DIFABEL BISA KERJA


Salam Budaya!

Beberapa hari yang lalu. Saya menangis. Menangisnya tak terlalu parah. Berkali - kali air mata turun. Meleleh tiada habisnya. Mata Saya sembab. Hati Saya bercampur aduk. Ada rasa kasihan, tak tega, bersyukur sekaligus malu.

Rahmat Hidayat saat memperlihatkan karya-karya desain busana di kediamannya, di Kampung Ciawitali RT 02 RW 06 Desa Sindangkerta, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat. (KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI)

Rasa jadi lebih greget, ketika desainer kondang Anne Avanti mengunjungi rumah Kang Rahmat yang memang menjadi tulang punggung keluarga ini. Beliau berkata sesuatu pada kita yang menggedor hati ini,

" ... Untuk melihat dunia nyata, karena yang Saya sampaikan tadi pada Rahmat. Sekarang terjadi yang viral di sosmed itu, itu hanya sementara. Dan itu tidak panjang. Nanti bila ada berita lain yang lebih besar daripada itu kamu akan hilang, dan kamu akan sendiri dalam tanda kurung, lagi. Nah lalu selanjutnya, Kamu harus bisa menghidupi diri kamu sendiri. Lebih baik dari pada kemarin. Dan itu dunia nyata yang harus dihadapi. ..."

"Rahmat ini saya rasa sudah punya penghasilan di sini, saya mungkin nanti akan bicara dengan kades-nya atau pemda setempat untuk melihat lebih dalam lagi. Sebetulnya bakat ini kan aset, saya sayangkan kenapa dia enggak bersekolah, adik-adiknya enggak bersekolah dan ini masalahnya lebih pada kedekatan pemerintah dengan warganya. Kemudian memberikan pendampingan. Rencananya saya memang mau (bantu) membangun semangat dia, dia itu kepala rumah tangga, tulang punggung keluarga, gila banget ya dan menghidupi keluarganya dari jual ini (desain)," kata Anne.

dari Kompas.com dengan judul 
"Di Balik Kisah Difabel Rahmat Hidayat, Jago Desain, Idolakan Igun, hingga Ingin Bertemu Jokowi", 


Penulis : Michael Hangga Wismabrata
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary



Saya jadi bertanya - tanya sendiri. Bagaimana kalau Rahmat harus bekerja. Tunggu. Saya keliru menafsirkan. Terus bagaimana dengan saudara - saudara difabel kita yang lain? Yang skill kerjanya hanya terbatas. Apakah mereka bisa bekerja? Apakah perusahaan akan mau menerima dengan keterbatasan mereka?


Nah, nah melihat angka - angka ini Saya juga ikut mumet. Lalu bagaimanakah Pemerintah mengatasi ini? Lebih detailnya bagaimana nanti perusahaan akan mendapatkan kepastian bahwa teman - teman difabel akan mendapatkan skill yang dibutuhkan sesuai yang diinginkan?


Direktur Penempatan Kerja Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pembinaan, Penempatan Tenaga Kerja, dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Tenaga Kerja RI Nurahman.


"Sangat dibutuhkan peran pemerintah dan lembaga serta para pemerhati disabilitas untuk mendukung program pengentasan pengangguran yang sedang digalakkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan."

"Langkah pemberdayaan untuk peningkatan kemampuan masyarakat dapat membuat mereka menjadi lebih berdaya yang artinya mampu melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam pembangunan masyarakat. Dalam hal ini penyandang disabilitas menjadi penting atas dasar pemikiran bahwa pada dasarnya mereka memiliki potensi dan kemauan untuk berubah ke arah yang lebih baik sesuai dengan potensi sumber daya alam dan kearifan lokal yang ada di sekitar mereka," katanya.

Dia mengatakan, isu disabilitas saat ini adalah isu lintas sektoral sehingga penanganannya memerlukan kerja sama yang sinergis di antara seluruh pemangku kepentingan. Menurutnya, sosialisasi pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas ditujukan kepada perusahaan agar menjalankan amanat UU Nomor 8 Tahun 2016, khususnya Pasal 53 perlu terus dilakukan. 

"Fasilitasi kepada perusahaan yang ingin merekrut tenaga kerja penyandang disabilitas melalui ekspo atau pameran produk hasil karya disabilitas binaan Kementerian Ketenagakerjaan serta pelaksanaan 'Job Fair Inklusi'," katanya.

Mengenai upaya yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja, dikatakannya, salah satunya yaitu pelaksanaan pemberdayaan dengan pelatihan kewirausahaan bagi penyandang disabilitas.

Kebutuhan ini jelas - jelas ditanggapi dengan baik oleh Presiden Jokowi yang segera direspon dengan cepat oleh Kementerian Industri yang bekerjasama dengan Kementerian Sosial. Akhirnya di suatu pagi yang cerah, Kamis 27 Desember 2018. di Ruang Nusantara lantai dua Gedung Kementerian Perindustrian diadakanlah penandatanganan nota kesepahaman Kementerian Sosial dengan Kementerian Perindustrian oleh Bapak Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita.


Sebuah kejadian yang bersejarah, sekaligus menjawab pertanyaan Saya di awal tulisan Saya ini. Karena akhirnya Pemerintah benar - benar memuluskan jalan buat teman - teman difabel untuk mendapatkan kesempatan lebih besar untuk mendapatkan lapangan pekerjaan tentu dengan pelatihan yang membuat keduabelah pihak akan merasa teruntungkan.

Bapak Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto juga menyatakan dalam pidatonya bahwa Kontribusi industri manufaktur terhadap perekonomian rata-rata sekitar 17 persen. Seharusnya Indonesia berbangga, karena merujuk data World Bank Tahun 2017, lima negara yang industrinya mampu menyumbang di atas rata-rata, salah satunya adalah Indonesia, sebesar 20,5 persen. 

Sedangkan 4 negara lainnya adalah China (28,8%), Korea Selatan (27%), Jepang (21%), dan Jerman (20,6%). Pertumbuhan industri non-migas diproyeksikan tumbuh 5,4 persen pada 2019. Sektor-sektor yang diproyeksikan tumbuh tinggi, di antaranya industri makanan dan minuman (9,86%), permesinan (7%), tekstil dan pakaian jadi (5,61%), serta kulit barang dari kulit dan alas kaki (5,40%). 

Dalam kaitannya untuk mendorong pertumbuhan industri, terdapat 3 (tiga) pilar utama yang harus menjadi perhatian, yaitu modal atau investasi, teknologi, dan sumber daya manusia. Terkait penyiapan sumber daya manusia di sektor industri, sejak Tahun 2013, Kementerian Perindustrian memiliki Program Diklat 3 in 1, yaitu peserta diberikan pelatihan, lalu disertifikasi kompetensinya berdasarkan SKKNI, kemudian ditempatkan bekerja di perusahaan industri, tanpa dipungut biaya. 

Untuk Tahun 2019 ditergetkan sebanyak 72.000 orang ikut dalam Program Diklat 3 in 1, dan peluang ini dapat dimanfaatkan oleh penyandang disabilitas untuk ikut dalam diklat tersebut. Hadirin yang saya hormati, Industri tekstil dan alas kaki, selain memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan industri non migas, industri tersebut juga menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja, karena merupakan industri padat karya. Untuk itu, Program Diklat 3 in 1 akan lebih banyak difokuskan pada penyiapan sumber daya manusia di sektor industri tekstil dan alas kaki, tidak terkecuali bagi penyandang disabilitas. Bahkan saat ini sudah terdapat 12 (dua belas) perusahaan indutri, yakni 7 (tujuh) industri alas kaki dan 5 (lima) industri 4 tekstil/garmen yang bersedia menerima tenaga kerja penyandang disabilitas lulusan Diklat 3 in 1. Seperti diketahui ini juga merupakan Vokasi Industri yang bisa menjadi pilar penting  bagi Pemerataan Ekonomi


Bahkan salah satu perusahaan industri tersebut, yaitu PT. Wangta Agung, berhasil memperoleh penghargaan dari Project Manager Program Mitra Kunci USAID dan Ayo Inklusif atas komitmennya dalam memberikan akses kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. Untuk itu, Kementerian Perindustrian akan terus mendorong perusahaan industri lainnya dapat memperoleh penghargaan serupa, sebagai wujud kepedulian industri terhadap pemberdayaan terhadap penyandang disabilitas.

Pada implementasi tahap pertama, penyandang disabilitas akan menjadi peserta program Diklat 3in1 yang disiapkan untuk bekerja di industri alas kaki dan garmen. Sudah ada tujuh industri alas kaki yang bakal menampung mereka, yakni PT Wangta Agung, PT Ecco Indonesia, PT Young Tree Industries, PT Widaya Inti Plasma, PT Inti Dragon Suryatama, PT Bintang Indokarya Gemilang, dan PT Aggio Multimax.

Sementara, untuk industri garmen, yaitu Intima Globalindo, Mataram Tunggal Garment, Pan Brothers Group, Ungaran Sari Garments, dan Sritex Group.





Seluruh ruangan bergemuruh. Saya berucap Alhamdulillah. Adik-adik ini adalah para pemain angklung dari Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara Melati Jakarta. Bisa saja mereka tidak begitu memahami dan tak secara langsung karena mereka masih berusia remaja. Beberapa tahun mereka akan paham, kalau apa yang dilakukan oleh kesepakatan ini akan menjadi satu langkah besar bagi kita semua.

Untuk menerima siapapun, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, sebagai Warga Negara Republik Indonesia punya hak, kewajiban dan kesempatan yang sama untuk bekerja.

Duh, lagi - lagi mata ini menahan sembab waktu mereka memainkan angklung lagu 'Tanah Airku". Mereka boleh jadi tak bisa mendengar alunan itu. Tapi optimisme mereka semoga memekakkan rasa Nasionalis dan kepekaan sosial kita, bahwa kita masih punya banyak saudara yang setara. Mari ciptakan Difabel Berdaya !

Salam Budaya.



Komentar