MERESENSI DAN MENSINOPSIS FILM ALA SAYA

Asuransi Kebaikan




ASURANSI KEBAIKAN

Salam Budaya!

Beberapa hari yang lalu saya berjanji dengan seorang kawan baru. Entah bagaimana ceritanya dia tiba – tiba muncul dari seribuan teman yang ada di kontak Blackberry Messenger saya. Mendadak ia berminat bertemu pad jam 6 sore di Food Court - The Plaza Semanggi. Saya menyanggupinya karena di sore itu kebetulan saya datang dari arah balik meeting di Kebayoran Lama.

Kami berkenalan. Dia ternyata berasal dari propinsi yang sama yakni Jawa Timur. Ia sedikit ragu berusaha menebak asal saya, lagi-lagi karena ada logat atau aksen Jawa saya yang tak bisa hilang begitu saja. Dan saya tak sungkan menjawab, 'Ya tentu saja saya orang Jember yang bisa berbahasa Jawa. Jadi jangan sungkan".

Klik pertama.

Ternyata dia adalah Penjual Asuransi. Dia bercerita sejarahsingkatnya selama 3 tahun ini telah merambah ibukota dengan pekerjaannya yang ia sebut Pekerjaan Mulia ini.

Saya sebenarnya - jujur - sudah muak diajak ketemuan yang ternyata ujung - ujungnya adalah bertujuan mencoba memprospek saya untuk menjadi bagian dari mereka. No Offense. Dari MLM, Arisan, Asuransi, Investasi Jangka Panjang atau entah apalagi namanya.

Untungnya, saya punya prinsip, saya bakal akan menghormati siapapun yang berada di hadapan saya. Karena menurut saya, dia sudah cukup berusaha dengan jujur dan dia sedang dalam keadaan bekerja jadi saya harus membiarkan presentasinya selesai hingga saya punya jawaban yang selalu akan berujung Tidak di saat yang tepat.

Dia mulai dengan cerdas menjelaskan apa itu Asuransi dengan rangkaian kata yang bagus dan perumpamaan - perumpamaan yang kadang tidak begitu penting karena saya seharusnya tahu itu secara logika. Cuman sekali lagi saya harus biarkan dia. Presentasinya harus berhasil. Jangan sampai saya mengecewakan atau membuat dia merasa gagal dalam menjalankan Job Descriptionnya.

Ternyata prinsip dari apa yang dia kemukakan masih tetap dan selalu berseberangan dengan apa yang saya pahami dan saya pilih.

Hidup itu memang pilihan. Saya memilih tidak menggunakan Asuransi. Tanpa harus mencerca atau memaki atau membalasnya dengan dalil - dalil yang sah tentang apa yang saya percaya dan saya yakini. Tidak perlu.

Sepertinya dia cukup paham dengan hal itu. Jelasnya sikap dan gestur badan saya sudah menawarkan penolakan. Saya mengantuk. Saya juga berjuang keras untuk mencoba mengubah bahasa tubuh saya untuk tidak berkesan vulgar dan dianggap menolak argumennya.

Beberapa kali saya berkata OK. I See. Untuk mempertegas bahwa saya mendengarkan dengan baik penjelasannya.

Satu yang menjadi perhatian saya adalah Dia baik dan tidak memaksa. Dia memang berusaha menyelesaikan presentasinya dengan sangat baik serta mengakui bahwa apapun yang terjadi setelah dia menjelaskan keuntungan ikut Asuransi, segala keputusan akan kembali ke individu masing – masing.

Menurut dia, sebenarnya, semua manusia sudah punya Asuransi. Tinggal kita memilih satu dari dua keputusan saja. Apakah dia termasuk pada manusia yang kuat dan kokoh pada sisi keuangannya. Maka dia memilih untuk bertanggungjawab untuk dirinya sendiri. Sehingga kalau terjadi sesuatu (bisa berupa sakit, celaka ataupun meninggal) dia punya sesuatu yang akan bisa digunakan untuk kepentingan yang ditinggalkan. Tapi kalau dia memang belum, sebaiknyalah dia membeli 'Uang Kecil' untuk mendapatkan 'Uang Besar'. Begitu dia membuat istilah sederhana tentang Asuransi yang dia jual.


Saya manggut-manggut saja. Sekaligus membuat dia berpikir sendiri. Waktu dia melanjutkan penjelasan bahwa manusia bisa menjadi dua hal menurut posisi keuangannya. Apakah dia adalah si Kran yang bila Kran itu mati, maka gelas di bawahnya akan kering karena tidak ada sumber lagi. Atau dia dari awal sudah berada di posisi gelas.

Saya langsung teringat saya pernah membuat perumpamaan Rejeki di Path di atas. Saya lebih manggut - manggut lagi. Anak ini tengah mengumpamakan jalan rejeki dengan logika dan kemampuan nalarnya sendiri. Fine. It's Okay. Tapi sekali lagi saya kurang begitu setuju. Saya tidak mau berdebat. Tujuan saya membuat tulisan ini pun bukan salah satu usaha untuk mempertentangkan asuransi itu apa. Tapi tiba - tiba saya tertarik pada istilah REJEKI, yang sebenarnya saya tak pernah setuju kalau orang selalu mengkaitkannya dengan uang. Apalagi bila Asuransi dikatakan sebagai penjaminnya kalau kita mendapatkan musibah.

Bukan itu.

Saya juga teringat. Beberapa minggu lalu, saya datang di Gathering Klub Tarot Jakarta. Di sana Boni Binoba, salah satu teman Tarot Reader saya, tengah mengedepankan diskusi Law of Attraction. Secara singkat dia menggambarkan bahwa apa yang kita proyeksi - sesederhana apapun itu – baik positif atau negatif, kita akan mendapatkannya sesuai dengan apa yang kita rancangkan dari awal di alam yang Maha Luas ini.

Saya ikut menambahkan waktu itu.

Sebenarnya Allah telah menurunkan bermilyar-milyar Angpao, kartu diskon, Voucher Keberuntungan dari langit setiap saat. Tapi sayangnya kita manusia tak pernah ada yang mau mengambilnya. Bahkan kita tak pernah tahu atau menyadarinya bahwa itu ada.

Tak usahlah berpikir jauh – jauh bahwa kita sebenarnya, secara normatif, selalu ingin Mobil yang mewah, Pasangan yang memikat atau Rumah yang bertingkat. Itu Grand Prize. Masih terlalu panjang. Dan turunnya bisa beberapa tahun sekali bahkan bisa tertunda atau batal. Ini yang lebih kecil - kecil. Ini adalah voucher sederhana seperti meluluskan keinginan kecil yakni keinginan makan bakso di suatu sore, pengen bisa nonton film di hari Minggu, bisa jalan - jalan ke Bogor dengan Comuter Line atau melunasi tagihan atau rekening kita akhir bulan.

Kita kadang lupa. Karena Grand Prize itu akan menjadi puncak yang terbesar sehingga kita meremehkan hal - hal kecil. Padahal, bila kita rajin mengirim undian kecil - kecil. Harapan - harapan kecil. Doa - doa kecil. Ucapan yang penuh hasrat dan kehendak yang masih berupa keinginan dan bahkan bukan kebutuhan. Itu tidaklah apa - apa. Karena Doa beserta ritualnya adalah suatu mesin yang selalu hidup. Tak pernah berhenti. Bahan bakar Mesin yang teknologi Nasib ini bertenagakan Doa dan berbahanbakar Keikhlasan.



Wheel Of Fortune 

Manusia mengumpakannya sebagai Wheel of Fortune. Digambarkan sebagai Roda Keberuntungan atau juga Roda Nasib. Siapa sebenarnya yang menentukan baik dan buruknya nasib seseorang? Kita sendirilah yang mengajukan proposal itu. Tuhan yang akan menyetujui dan akan memutar roda itu ke posisi yang lebih baik dengan kuasaNya.

Apakah tiap manusia itu bisa Beruntung? Sebenarnya Voucher, Kartu Diskon dan Angpao Keberuntungan itu sudah turun dari langit. Tapi semua itu takkan turun sekenanya tanpa Manusia itu Berusaha dan Berdoa.

Jadi betapa tidak beruntungnya bila kita terus melewatkan usaha, doa, ikhlas dan menjadi manusia yang tidak punya atau tidak terbiasa punya keinginan kecil, padahal itu bisa menjadi latihan rutin untuk terus menuju Kehendak atau target yang lebih besar.

Saya pribadi, masih sama saja dengan nasib orang lain. Masih harus mencari uang, masih punya hutang yang bertumpuk dan masalah yang tiap hari muncul, yang kadang entah harus dari mana lagi saya berusaha mencari jawabannya, tak pernah kunjung berhenti. Tapi Alhamdulillah, selama ini semuanya selalu mendapatkan penyelesainnya dan bisa berlalu dengan sangat baik.

Di sisi lain, saya orangnya memang sedikit eksentrik. Saya sering ditertawakan oleh orang begitu tahu saya kemana - mana bawa colokan sendiri yang berkabel panjang. 



Mereka selalu bertanya - tanya untuk apa. Mereka pikir saya aneh. Saya malah berpikir orang yang bertanya - tanya itulah yang aneh. Saya punya beberapa handphone, dulu bahkan laptop. Mereka adalah barang barang yang sangat haus akan listrik. Kalau tiba - tiba mereka Low Batt, saya harus mencolokkan ke listrik dan ternyata sumbernya cuman satu, harus bagaimana saya? Mencari lobang lain?

Lagipula secara praktis, saya juga bisa menolong orang yang ternyata mendapatkan masalah yang sama. Saya bisa jagain handphonenya bila ternyata dia butuh mencharge.

Everybody's Happy.

Fakta yang lain, saya sering - mungkin hampir tiap hari - saya nongkrong di Tovass. Warung Mie dan Roti Bakar 24 jam deket kosan. Banyak orang bertanya - tanya juga. Untuk apa saya sering ke sana. Jawaban saya juga biasa saja. Saya orangnya susah tidur atau Insomnia. Di kosan larut malam semua orang tidur. Saya butuh teman. Saya main ke sana untuk mencari teman. Atau mendengar curhat teman - teman penjaga Tovass. Siapa tahu saya bisa menolong mereka untuk minimal membuat mereka tetap bersemangat dalam bekerja. Selain saya sudah membuat kerja sama dengan mereka untuk menerima klien dengan bayaran seikhlasnya.


Semalam saya ngobrol dengan pemilik warung sebelah tentang kemajuan bisnis kita masing - masing. Saya memuji dia karena beruntung bisa berjualan di tempat yang masih berkategori Segi Tiga Emas yakni di Setiabudi yang masih sekitar Sudirman.

Si Pemilik ini balas berteriak begitu saya bercerita apa yang saya alami sebagai kemajuan profesi saya. Mas Darma lah yang beruntung! Waktu aku bercerita ke dia beberapa hal yang kualami sebagai keuntungan dan keberuntungan kecil-kecil akhir - akhir ini. 

Saya sedikit terpesona dengan cara ia menyimpulkan bahwa apa yang saya alami adalah kebetulan yang terlalu kebetulan dan itu adalah keberuntungan.

Saya menolak halus, berbasa-basi, dan menekan bahwa keberuntungan itu bukan turun dari langit dengan tanpa usaha, doa dan keinginan (proyeksi kita).

Di tengah – tengah pembicaraan, ada seseorang yang tidak saya kenal duduk dekat saya dan tengah kebingungan ingin mencharge handphonenya tapi tak menemukan steker atau colokan.

Dengan sopan saya tawarkan, silakan dicolok di sini saja mas. Biar masih bisa dalam jangkauan. Saya yang bantu jagain.

Barulah saya tersentak dan sadar.

Bahwa ada rumus

KEBERUNTUNGAN = USAHA + DOA + KEINGINAN = KEIKHLASAN (salah satunya adalah MENOLONG)

Saya kaget. Saya berpikir. (Maaf tanpa berusaha mengklaim diri sendiri bahwa saya sudah menjadi orang baik sangat baik). Tapi, zaman sekarang, menurut saya, sangat amatlah sedikit, apalagi di Jakarta yang kejam ini, ada orang yang MENIATKAN dirinya, MEMASANGBADANNYA sendiri untuk MENOLONG.

Korelasinya? Saya meniatkan diri, membawa steker atau colokan itu kemana - mana (dan itupun bahkan tidak terasa berat dan merepotkan sama sekali bila dimasukkan di dalam tas) atau duduk berjam-jam di Warung Tovass. Karena saya meniatkan diri (tanpa sadar) untuk menolong orang. (Itupun juga kalau ada yang membutuhkan pertolongan). Wow.

Saya mulai mengerti sekarang kenapa Ustad Yusuf Mansur terkenal dengan Teori Sedekahnya. Karena kita telah meniatkan diri untuk menyisihkan apa yang ada di diri kita, berjaga - jaga untuk orang lain bila ada yang lebih memerlukan (yang tentu saja akan selalu ada orang yang berkebutuhan kurang dari kita). Tentu saja bayarannya adalah berbalaskalilipat dari Allah berupa keberuntungan REJEKI yang tak pernah kita sangka.

Rejeki itu tak selalu duit lho, tapi bisa jadi kesehatan, kesempatan, kemampuan, atau mendapatkan PERTOLONGAN DARI SIAPAPUN BILA TERJADI KESULITAN APAPUN.

Saya terhenyak dan ingat teman saya yang menawarkan Asuransi di awal tadi. Tanpa merendahkan sifat dan kegunaan Asuransi itu sendiri. Bukankah kita seharusnya punya model Asuransi ketiga yang sangat murah, tak pernah ada resiko rugi dan selalu mendapatkan untung? Apa itu?

ASURANSI KEBAIKAN.

Menurut Wikipedia 

Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisni dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian - kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara terartu dalam jangka waktu tertenu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.

Istilah "diasuransikan" biasanya merujuk pada segala sesuatu yang mendapatkan perlindungan.


Saya jadi senyum - senyum sendiri, bahkan kata Asuransi pun belum punya arti umum dan cukup terbatas di bidang perlindungan finansial saja.

Bagaimana kalau kita punya prinsip Asuransi Kebaikan dari sekarang?

Apa arti istilahnya?

Asuransi Kebaikan adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem atau bisnis dimana perlindungan keberuntungan (atau rejeki) untuk seluruh aspek kehidupan, akan mendapatkan penggantian langsung dari Tuhan dari kejadian - kejadian yang tidak dapat kita duga seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit dimana hal ini melibatkan sedekah, menolong sesama serta berbuat baik secara teratur dalam jangka waktu dan keikhlasan yang tak terbatas.

Saya senyum - senyum sendiri.

Mungkin Saya tidak waras. Mungkin saya juga sering dihujat karena tidak menggunakan Asuransi yang umum dan bisa didebat tentang hal ini sampai nanti. Tapi menurut saya Asuransi Kebaikan ini prospeknya sangat menguntungkan dan sebenarnya telah, sedang dan akan saya lakukan seterusnya.

Insha Allah.

Mau gabung?

Salam Budaya!













Komentar

  1. Cool. Satu yang paling mencerahkan dari tulisan ini.
    Kemana" biasakan bawa terminal listrik yg panjang 😄
    Ini problem solved banget buat saya.

    BalasHapus

Posting Komentar