Himbauan Hidup Tanpa Merokok Tanpa Mengajak Ribut

Gairah Film Indonesia - Gairah Kita Bersama

Sumber Gambar: Beritagar.id
Salam Budaya.

Saya itu pada dasarnya suka atau senang nonton film. Sudah sedikit "maniak" sepertinya. Waktu Saya SD saya akui, Saya agak sedikit 'over' masalah nonton bioskop. Waktu itu bioskop di Jember sedang berjaya, ada sekitar 6 gedung yang benar-benar jor-joran menampilkan film yang lagi 'in' saat itu. Seingat Saya ada Bioskop Sampurna, Jaya, Kusuma, Jember Theatre, Indra, Gebang Theatre, Saya malah yakin tidak semua kota kecil begitu lengkap fasilitas bioskopnya. Akibatnya bagi anak SD penggila film, sehari Saya bisa melalap judul film.

Itu belum termasuk film-film yang Saya tonton di rumah dengan fasilitas pemutar Video yang dari versi Betamax ke VHS ke Laser Disc ke VCD Player ke DVD Player, dimana Saya adalah petugas film yang selalu membawa misi harus bisa menyewa film yang tepat untuk ditonton satu keluarga dan memenuhi hasrat genre orang per orang penghuni rumah.

Kebanyakan sih Film Barat. Karena film Indonesia, kadang begitu "mengerikan" bagi Saya waktu itu. Kecuali film Warkop DKI, Rhoma Irama, dan Suzanna dan yang kontroversial (Kebanyakan mengandung unsur seks - hahahah. Jujur banget ya Saya), tak semua film Indonesia yang main Saya tonton di bioskop. Mengerikan sebenarnya istilah yang Saya pilih karena kebanyakan waktu itu menurut Saya, banyak film Indonesia yang bergenre Drama yang selalu menyisakan hal pilu, kejahatan, ibu tiri, siksa, penuh berurai air mata, dengki, membuat celaka, yang ah, saya nggak tega menyaksikannya.

Tapi itu dulu ya, kita ngomong 30 tahun yang lalu.(Kelamaan nggak sih? Hahah, ketahuan deh umur Saya).

Sekarang cuaca sudah berubah-ubah, iklim film Indonesia sudah punya keleluasaan dalam "menjajah" penonton dengan tontonan yang asyik dan membuat orang berbondong-bondong mendatangi bioskop terdekat.


Waktu Saya bertugas mewakili Blogger Mungil (Blomil) untuk datang ke acara diskusi film. Saya senang sekali (ya bukan jingkrak jingkrak ya) tapi menurut Saya acara begini akhirnya harus sering dilakukan karena Masyarakat Indonesia sekarang sudah paham bahwa mengkritik itu bukan mencela karena diharapkan punya nilai membangun dan sosial di dalamnya dan para sineas plus stakeholders juga harusnya siap tanggap dalam menarik 'roh' keinginan apa yang sebenarnya yang ada di pikiran masyarakat.

Siap. Saya datang. Moga sekali lagi menambah pengetahuan tentang Film Indonesia.

Undangan ternyata harus mendaftarkan di situs mereka. Seat yang tersedia sekitar 50, Saya sudah daftar online dengan log in facebook. Bump. Waktu ke meja registrasi, nama saya tidak ada. Hahahah. Hadeuh malunya. Tapi ternyata karena memang kalau pendaftaran online akan terjadi rebutan dan drop si lalu lintas internet. Untungnya, mbak-mbak panita menyadari itu dan bilang telah menyediakan kursi tambahan sebagai konsekuensinya.

Okay.

Acara dihelat di Eat and Eat. Jadi kita harus Eat dulu lah.
Acara ini merupakan rangkaian acara Obsat yang ke 200. Obsat sendiri adalah "Obrolan Langsat" yang merupakan program diskusi rutin dari situs berita Beritagar.id. Acara ini juga merupakan wadah diskusi bagi para netizen untuk mengupas berita teraktual yang terjadi di Indonesia beserta para narasumber yang berkompeten di bidangnya.

Nah, nah apakah diskusi ini sebenarnya untuk memberikan reaksi atas keberhasilan "Pengabdi Setan" dan "Dilan 1990"? Kita lihat.

Film Terlaris sepanjang 2017.

Gairah pada Dilan yang Tak Diduga sebelumnya

Salah satu kalimat penggoda pembuka tadi malam adalah menurut mbak Sheila Timothy adalah "Film Indonesia sekarang lagi seksi". (Semoga Saya tidak salah mendengar). Ini menandakan penonton Indonesia lagi bergairah melihat keseksiannya.

Shelia Timothy dan Angga Dwimas Sasongko
Sumber Foto dari Twitter Manusia 404 !!! @ga_angga
Sheila Timothy sendiri adalah CEO dari perusahaan film Lifelike Pictures yang saat ini tengah menangani film tokoh legendaris "Wiro Sableng". Apakah keseksian film itu juga membuat penonton lebih bergairah lagi?

Menurutnya, Market film Indonesia semakin beragam mulai dari mayoritas pecinta film genre umum hingga genre yang niche sehingga makin banyak filmmaker yang bisa mengeksplor beragam cerita.

Nah bagaimana data-data dari Ekshibitor sendiri? Apakah ada catatan rinci mengenai jumlah penonton dan pangsa pasarnya?

dengan Ibu Catherine Keng - Corporate Secretary Cinema 21
Menurut Ibu Catherine Keng, Peta perkembangan film Indonesia semakin positif. Jumlah penonton film Indonesia periode 2016 mencapai 34,5 juta penonton. Terbanyak kurun sewindu terakhir. Tentu saja dengan jumlah penonton tadi mengatrol pangsa pasar film Indonesia hingga menjadi 32 persen. Meningkat 12 persen dari periode yang sama setahun sebelumnya.

Data yang menunjukkan ternyata terjadi ketidaktetapan dimana Jumlah Penonton sebenarnya turun dibandingkan Jumlah film
sumber: Kompasiana Maulana M Syuhada
Satu yang kadang tidak Saya sadari setelah mendengarkan diskusi yang menarik ini adalah pangsa penonton Indonesia yang besar dengan tiket yang tergolong paling murah di dunia beserta fasilitas yang tergolong baik dibandingkan negara lain. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke 9 dari peringkat Market Share di dunia.

Gambaran Penghasilan Film Terlaris tahun 2016
Dari Total 42 Juta penonton film tahun 2017, sebanyak 34,9 juta penonton berasal dari 31 film yang dirilis oleh enam perusahaan film. Sumber gambar : Beritagar.id
Saya mah [Speechless].

Sebenarnya ini bukan bisnis main-main, cuma memang pangsa film Indonesia juga akan menjadi semakin pintar dan tertantang. Kalau kita juga gagal menghasilkan film yang menarik dan membuat penonton senang. Kegagalan akan menjadi momok bagi produsen film mengingat biaya pembuatan memang, hari gini, amat mahal.

Bahkan Sheila Timothy, mengingatkan bahwa pasar Indonesia bukan lesu terhadap film Action. Tapi memproduksi film Action yang benar-benar mumpuni biayanya tidak sedikit dibanding film bergenre drama.

Akhirnya terlibat juga diskusi menarik yang menjurus ke 'Wiro Sableng'.

Sumber gambar: Cadazzz dan lifelike Pictures
Sutradara Anggara Dwimas Sasongko dan Sheila Timothy sebagai produser, menjelaskan pemilihan Wiro Sableng menjadi kerja sama yang menarik antara Lifelike Pictures dan 20th Century Fox merupakan salah satu contoh film Indonesia yang akan, menurut Saya akan jadi percontohan menarik bahwa sudah saatnya kita Warga Cinta Sinema (sebutan Saya tuh) benar-benar mempertimbangkan luar dalam dalam mengangkat sebuah film untuk siap menjadi yang benar benar seksi.

Sumber Gambar: Blog TurunTangan


Secara mendalam bahkan produser telah melahap ke 185 buku asli karangan Bastian Tito, tiga tahun sebelum akhirnya diputuskan kisah ini diangkat ke layar lebar.

20th Century Fox pun sudah menyisir ke Vietnam, Singapura, Philipina yang akhirnya ke Indonesia untuk mengangkat khazanah lokal untuk kemudian jadi aset bersama yang bisa dilempar ke pasar International.

Saya yakin keberhasilan The Raid telah juga merangsang semua produsen film untuk mengambil pasar Internasional.
Nah ramuan Wiro Sableng ini cukup pas, selain menurut 20th Century Fox bujetnya kecil (padahal menurut Indonesia itu besar banget), Wiro Sableng akan menampilkan campuran Genre yang tentunya akan menarik plus seksi. Ada action, romance dan tentu saja komedi yang masih menjadi andalan genre di Indonesia ini.

Wah, pembicaraan film Indonesia memang tidak akan cukup dibahas disini atau 2 jam lamanya.

Sesi Tanya Jawab juga akhirnya terjadi antara pengunjung dan ketiga narasumber yang hadir.

Kesimpulan kecil yang bisa diambil dari diskusi ini, tetap pada optimisme. Gairah pada tema diskusi kita adalah punya definisi sebagai keinginan (hasrat, keberanian) yang kuat. Bila film Indonesia seperti layaknya dulu sering kita dengar seharusnya menjadi Tuan Rumah di negeri kita sendiri. Kini Tuan Rumah itu harus benar-benar menarik, seksi, ramah, berpotensi yang sekali lagi membuat penonton makin jatuh cinta dan terbuai dan tersihir untuk merasa terus memenuhi kursi-kursi Bioskop di Indonesia.

Penonton perlu diedukasi dan kualitas diperbaiki, begitu tutup Catherine Keng.

Alright!

(lansung teringat, lagu penutup acara Apresiasi Film Indonesia, dimana layar film mulai menutup dan Bimbo bernyanyi Aku Cinta, Anda Cinta, Semua Cinta .... Buatan Indonesiaaaaa)

Semoga.

Salam Budaya.

Komentar