Kisah Dedy Kecil - Hari Penuh Siksa



Dedy Kecil gelisah melihat jam dinding tua di ruang tengah itu. Dentangnya sudah berbunyi menandakan jam setengah sembilan malam. Ia sekali lagi, memandang ke ibunya dengan tatapan cemas memelas. 

"Foto kopi depan itu jam 9 sudah tutup, lho Bu. Terus gimana?", tukasnya panik. Matanya memerah saking bingungnya. 

Ibu mengernyitkan keningnya.

"Ibu juga tidak pegang uang, Le (sebutan ke Anak laki-laki). Kamu harusnya minta lebih awal dari tadi, lebih sore dan mintanya langsung ke Bapak. Nah, Sekarang Bapak ada tamu, dan belum kelihatan mau pulang lagi tamunya." 


Dedy Kecil ngeri. Ia teringat suatu peraturan ketat di keluarganya. Apapun yang terjadi, semua orang, siapapun itu, tak boleh menginterupsi pembicaraan antara Bapak dan tamunya. Apapun alasannya. 

"Aku lali (lupa), Bu. Maaf", sahut Dedy Kecil menciut tak berdaya. 

Ibu mengangguk.

"Sudah, bukannya lebih baik tidur saja. Lupakan fotokopinya. Besok bilang alasan apa gitu ke Pak atau Bu Guru. Ya?". Ibu berusaha menenangkan sambil bersiap tidur.

Dedy Kecil jadi lebih gelisah. Ia sudah sering kena damprat Bapak dan Ibu Guru karena lalai. Belum nanti dicemooh satu kelas karena selalu jadi murid yang sering tidak memperhatikan tugasnya. 

Waktu masih berjalan 2 menit. Tapi rasanya berjam - jam Dedy Kecil menunggu dan menunggu. Ia rasa seharusnya dia nekat saja, masuk ke ruang tamu, minta uang baik - baik ke Bapak, lari ke ujung jalan besar yang hanya memakan waktu 10 menit saja dan semua masalah terselesaikan. Begitu saja sebenarnya.

Memang harus benar - benar nekat. Melanggar peraturan. Dedy Kecil siap menerima akibat perbuatannya.

Dedy Kecil tak lagi memperhatikan Ibunya yang kaget dan berusaha mencegah saat putra kelimanya itu menginjakkan kaki ke ruang tamu dan matanya mulai bertemu dengan Bapak dan tamunya. 

Tamu itu tersenyum, "Lah ini, si kecil belum tidur jam segini. Ada apa, mas?". 

Bapak juga ikut senyum dengan terpaksa dan menahan nafasnya yang tersengal. 

"Ada apa?" tanyanya kaku terdengar amarah. Nadanya bergetar. 

Dedy Kecil merasa lega tapi waspada. Peraturan itu ternyata salah. Bapak nggak apa-apa. 

"Nuwun sewu, Pak. Dedy perlu uang buat foto kopi tugas. Besok mau dikumpulkan. Ini sudah setengah sembilan. Kalau gak segera ke sana. Takut fotokopiannya tutup, Pak. Saya lupa tadi memberitahu lebih awal. Sekalian mau beli Tip Ex", kata Dedy Kecil sambi terus menunduk. Ada peraturan yang baku di keluarganya yakni selama berbicara dengan bapak semua putra putrinya dilarang menatap mata beliau. 

Tamu itu tersenyum. Matanya menyipit di balik kacamatanya dan mencoba melihat reaksi Bapak. Di lain hal, sebaliknya Bapak malah mendengus. Menarik dengan paksa tangan Dedy Kecil dan menamparnya dengan keras hingga kepalanya membentur lemari kabinet yang ada di ruang tamu. 

Tamu berteriak kaget sambil menyebut Asma Allah. Ibu tercekik minta ampun sambil menarik tubuh Dedy Kecil yang sempoyongan ke pelukannya. Semuanya berteriak.

(hanya ilustrasi)

"Bukannya Bapak sudah NGENDIKO (bilang),Haa!! jangan mengganggu, APAPUN ALASANNYA, kalau ada tamu, Haa?!?!? Kamu tidak MENDENGARKAN??!! Cuma gara gara mau foto kopi dan beli tip ex??!! HAAA?, " teriak Bapak dengan kalap dan siap melayangkan tamparan berikutnya. 

Tamu itu menghardik nama Bapak dengan tidak sopan untuk menghentikan perbuatannya dengan mencengkram lengan beliau 

Ibu cuman terdiam memeluk anaknya dalam lindungannya.

Dedy Kecil merasa pusing. 

Jam di ruang tengah berdentang 9 kali. Toko tempat foto kopi itu pasti sudah tutup.

Kenangan di Jalan Kenanga
1983


Komentar

Posting Komentar