- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Belajar Memahami Manusia lewat Tulisan bersama Mbak Wiwik, Mas Wid, Mbak Joyce, Mbak Kiki dan Mbak Ori |
Salam Budaya!
Menulis di sebagian orang hanyalah secara sederhana mengguratkan bolpoin dengan tinta hitam ke kertas atau mengetik surat menjemukan di suatu kecamatan nun jauh di pelosok negeri ini. Di sebagian yang lain bisa jadi adalah hal yang mengerikan karena bisa jadi adalah buah pikiran menyeramkan orang yang terancam jiwanya karena harus menciptakan pesan terakhir, atau juga berbuah peluh karena tenggat waktu sudah di depan mata.
Kesimpulan awal jadinya bisa jadi absurd, Menulis bisa dianggap dua sisi mata yang berlawanan. Dia bisa dikatakan mudah, tapi di sisi lain dia memang sesuatu yang menyulitkan dan tak mudah dikerjakan.
Kata orang Jawa, "Yo Sembarang Iki Asalae Yo Mung Soko Niat", semua itu berdasarkan pada niat atau keinginan. Kalau kita cuma sekedar pengen nyampah di status atau kolom komen orang lain, ya sudah, apa yang kita dapatkan bisa jadi pujian bahkan cacian. Tapi kalau memang kita berniat bahwa apa yang kita tulis bakal akan berguna bagi orang lain, itulah yang sebenarnya yang seharusnya membuat kita sejenak berpikir, apa yang sebenarnya kita ingin tulis dan untuk siapa serta untuk apa.
Bisa jadi pembahasan Saya ini basi, cuma akhir-akhir ini Saya khawatir, layaknya makanan, informasi basi bukannya hanya dibuang tapi tentu diganti lagi biar semua orang mengkonsumsinya dengan layak hingga punya arti dan mengambil manfaatnya.
Apa itu? Blogger itu apa? Apa sebenarnya fungsinya dia?
Definisi Blog
adalah singkatan dari "Web Log" adalah sebuah aplikasi web yang berupa tulisan-tulisan ataupun gambar yang biasa disebut postingan dalam sebuah halaman website umum seperti blog.
Definisi Blogger
Blogger adalah sang manusia yang rutin, senang atau melakukan blogging untuk pekerjaan sehari-hari, bisa untuk hobby atau mencari uang.
Bagaimana bisa menjadi Blogger Pemula?
Ya kamu, pemirsah, kudu dan wajib MENULIS.
Saya teringat satu kejadian beberapa tahun yang lalu, saat Saya sedang ada di suatu kafe. Waktu itu Saya sedang nongkrong dan kebetulan malam itu Saya dikenalkan pada seseorang (yang maaf Saya lupa namanya siapa), beliau adalah Penulis berkualitas yang kebetulan, esok hari dari malam itu akan diberangkatkan ke Korea karena beliau ini akan mendapatkan penghargaan sebagai salah satu penulis yang dihormati karena karyanya.
Saya sebenarnya cukup kaku dan salah tingkah ada di dekatnya, mau menumpahkan berjuta pertanyaan 'tolol dan awam' mengenai menulis dan seputarnya. Ternyata keinginan Saya harus tersingkir, karena kebetulan juga di dekat beliau ada 3 wanita manis yang tengah tertawa cekikikan ingin mendekat dan sama, ingin bertanya sesuatu yang sangat penting kata mereka.
Saya yang mengalah, ternyata 3 wanita itu ingin dan nafsu ingin dilayani dan dijawab keingintahuan mereka. Sang penulis itu tersenyum, dengan senyum penuh gairah, mereka bertanya sesuatu yang fatal jawabannya,
Saya sebenarnya cukup kaku dan salah tingkah ada di dekatnya, mau menumpahkan berjuta pertanyaan 'tolol dan awam' mengenai menulis dan seputarnya. Ternyata keinginan Saya harus tersingkir, karena kebetulan juga di dekat beliau ada 3 wanita manis yang tengah tertawa cekikikan ingin mendekat dan sama, ingin bertanya sesuatu yang sangat penting kata mereka.
Saya yang mengalah, ternyata 3 wanita itu ingin dan nafsu ingin dilayani dan dijawab keingintahuan mereka. Sang penulis itu tersenyum, dengan senyum penuh gairah, mereka bertanya sesuatu yang fatal jawabannya,
"Bagaimana sih menjadi seorang penulis bagus itu?"
Sang penulis itu tersenyum lebih dingin, ketiga wanita itu masih tertawa kecil. Lalu beliau menandaskan lagi,
"Sudah pernah menulis?".
Mereka terdiam dan serempak menimpali dengan jawaban: belum.
Sang penulis tersenyum, ada keremehan di sudut bibirnya.
"Menulis dulu. Apapun yang terjadi. Kalau sudah atau pernah. Temui Saya lagi dan baru bertanya!".
Ketiga wanita itu tercekat. Saya terdiam.
Saya mencoba menganalisa ke"judes"an dalam menjawab pertanyaan itu dengan cukup bijak menyadari, bahwa itu lah yang selalu menjadi penyakit kita bersama-sama.
Wah. Benar - benar. Itu karena Hati kita Tak Sekolah. Hahahah (istilah keren).
"Sudah pernah menulis?".
Mereka terdiam dan serempak menimpali dengan jawaban: belum.
Sang penulis tersenyum, ada keremehan di sudut bibirnya.
"Menulis dulu. Apapun yang terjadi. Kalau sudah atau pernah. Temui Saya lagi dan baru bertanya!".
Ketiga wanita itu tercekat. Saya terdiam.
Saya mencoba menganalisa ke"judes"an dalam menjawab pertanyaan itu dengan cukup bijak menyadari, bahwa itu lah yang selalu menjadi penyakit kita bersama-sama.
"Bagaimana kamu cukup tahu bahwa kamu adalah seorang penulis yang bagus atau hebat, kalau kamu bahkan tidak punya cukup keberanian untuk menulis apapun?"
Saya juga sebenarnya cukup bingung kalau harus mengajari perilaku menulis itu. Karena di bayangan Saya benar adanya seperti yang mas Penulis itu bilang, 'Ya Pokoknya Nulis Dulu!'
Anda punya Diary? Waktu kecil suka menyebar ke beberapa teman untuk saling tukar buku Kenangan dan menuliskan Biodata dan menulis Semboyan, motto atau Kata Mutiara? (tahun 80'an banget)
Atau bila waktu bergeser, apakah Anda sudah mulai rajin mencatat pengeluaran Anda dan mengingatkan untuk tidak membeli sesuatu karena Anda sedang mati-matian menabung untuk membeli Sepeda dan menuliskan di kamar kata BELI SEPEDA besar-besar di kamar Anda? Apakah Anda sudah mulai mengenal mesin ketik dan membantu membuatkan surat untuk kepentingan OSIS? (tahun 90'an banget)
Curhat di Wall Facebook? Memberi caption di Instagram, membalas atau broadcast message di BBM atau WhatsApp? Membalas email atau menentukan kalimat yang tepat di desain poster di Photoshop? (tahun kekinian)
Itu semua MENULIS lho!
Jadi tolong jangan menyangkal dan tiba-tiba berkata, 'Wah mana sempat Saya pegang bolpoin dan menulis di kertas?"
Bohong!
Menulis tak serumit itu walaupun tak sesederhana dan seremeh yang kita bayangkan.
Apa reaksi Saya waktu melihat poster ini di Facebook, langsung komen, IKUT!
Beberapa teman Saya bilang, lho buat apa? Buang-buang waktu saja, bukannya kamu sudah bisa menulis? Bukannya kamu sudah punya buku? Bukannya itu bisa saja diperoleh tanpa kamu bayar? Bayar kan?
Ternyata susah juga untuk memahami kalau sebenarnya ilmu itu adalah sesuatu yang harus kita cari, yang harus kita kejar, bahkan (kalau perlu dan ada waktu, kesempatan dan uang) harus kita bayar. Kita tidak akan atau akan mendapatkan lebih sedikit peluang bila kita terus disuapi atau pasif dalam mencari ilmu.
'Tuntutlah Ilmu Sampai Ke Negeri Cina'
Sebuah petuah Arab yang sebenarnya sangat menunjukkan pada kita semua kalau cara kita menempuh ilmu itu adalah melakukannya dengan maksimal, yang terjauh, tersusah, bahkan mungkin termahal (walau kadang hitungannya bukan uang). Bener Broh? Sish?
Okay kembali ke masalah tulis - menulis.
Joice Pauline Perdanayanti |
Saya bertemu dengan beliau. Wah, Saya mah langsung banyak terdiam dan banyak mendengarkan. Mbak ini banyak menerangkan bahwa memang menulis adalah salah satu cara untuk Emotional Released (melampiaskan emosi). Jadi sebenarnya menulis adalah salah satu bagian tersederhana yang bisa kita lakukan tiap hari. Sayangnya banyak orang mengabaikannya. Menulis itu memang cukup sederhana, tapi ya lakukan, kalau hanya niatan atau konsep atau di awang-awang, tulisan belumlah sempurna.
Foto Polos yang Bercerita |
Ia juga mengajarkan bahwa kemampuan kita melihat hal-hal di dunia ini sebenarnya adalah tulisan yang belum tergoreskan. Penilaian, cara pandang, tafsir kita memandangi foto di atas saja sudah merupakan bibit awal dari menulis. Apa yang bisa kita lihat dari foto itu? Apa yang menarik? Cerita apa yang ada di sana?
Goreskan saja, itulah MENULIS!
Sepertinya sepele, tapi memang perlakukan logika dan hati benar-benar harus sejalan. Sehingga apa yang kita tuliskan nanti tentunya akan mendapatkan apresiasi yang bagus bagi pembacanya. Wah terima kasih mbak Joice, ini yang selama ini aku butuhkan. Karena tanpa sering - sering kita padukan dua faktor penting itu, tulisan kita jadi hal yang paling kaku sedunia atau hanya sekedar awang - awang atau khayalan nggak penting.
Menyekolahkan Hati jadi istilah yang paling menyerang otak Saya. Mbak Joice mendapatkan istilah itu dari salah satu dosennya dulu. Kita, anak bangsa ini kadang masing terpaku pada sekolah logika, logika, dan logika. Tapi begitu hati dan perasaan kita main, jadinya kita baper, tumpul dan hanya jadi orang yang bisa menyerang satu sama lain dan gagal mengutamakan toleransi.
Wah. Benar - benar. Itu karena Hati kita Tak Sekolah. Hahahah (istilah keren).
Tuliskan saja apa yang ada di pikiranmu yang sejalan dengan hatimu. |
Itulah tujuannya. Menulis awalnya adalah semata-mata praktek. Tuliskan saja apa yang ada di sepanjang pikiran dan sepengamatan pemirsah dan lakukan dengan ketulusan hati.
Kita balik ke masalah blogger lagi ya?
Saya pribadi cuma bisa menganjurkan walaupun ini seharusnya bisa jadi kesadaran pribadi. Tugas, kewajiban, pekerjaan kita salah satunya memang menulis. Inti dari pekerjaan kita adalah menulis. Menulis apa? Apapun yang kita rasa, lihat, cermati, dengar, sentuh, cicip; yang nantinya akan berbentuk torehan kata yang tentunya berguna bagi para pembacanya.
Untuk kita semua yang suka dan senang menulis, mari terus berkarya, mari kita terus melampiaskan dengan positif apa yang menjadi uneg-uneg kita selama ini, apa yang seharusnya kita curhatkan yang bisa menjadi pelajaran bagi siapa saja yang membacanya, tanpa takut, tanpa intimidasi, tanpa ada paksaan siapapun. (Asal memang bukan fitnah atau merugikan pihak lain).
Yang belum menulis?
Ayo Menulis!
Sudah gitu ajah!
Terima kasih mbak Joice, mas Wiwid, mbak Wiwik, mbak Diaz dan mbak Ori.
Salam Budaya!
Kita balik ke masalah blogger lagi ya?
Saya pribadi cuma bisa menganjurkan walaupun ini seharusnya bisa jadi kesadaran pribadi. Tugas, kewajiban, pekerjaan kita salah satunya memang menulis. Inti dari pekerjaan kita adalah menulis. Menulis apa? Apapun yang kita rasa, lihat, cermati, dengar, sentuh, cicip; yang nantinya akan berbentuk torehan kata yang tentunya berguna bagi para pembacanya.
Untuk kita semua yang suka dan senang menulis, mari terus berkarya, mari kita terus melampiaskan dengan positif apa yang menjadi uneg-uneg kita selama ini, apa yang seharusnya kita curhatkan yang bisa menjadi pelajaran bagi siapa saja yang membacanya, tanpa takut, tanpa intimidasi, tanpa ada paksaan siapapun. (Asal memang bukan fitnah atau merugikan pihak lain).
Yang belum menulis?
Ayo Menulis!
Sudah gitu ajah!
Terima kasih mbak Joice, mas Wiwid, mbak Wiwik, mbak Diaz dan mbak Ori.
Salam Budaya!
Komentar
menuntut ilmu dengan baik, paham, dan bisa menunjukkan pada kita semua kalau cara kita menempuh ilmu itu adalah melakukannya dengan maksimal.
BalasHapusBener banget!
Hapus