- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Salam Budaya!
Seperti yang kita ketahui secara umum, Jodoh, Rejeki dan Kematian adalah sepenuhnya di tangan Tuhan. Tak ada usaha yang sangat bisa dan maksimal, manusia untuk bisa mengetahui kemisteriusannya. Tapi juga namanya manusia, mereka sering ‘mau tahu’, ‘pengen tahu’ dan selalu ‘pokoknya harus tahu’, sampai usil untuk menanyakan hal itu kepada manusia yang lain.
Manusia bahkan merasa menanyakan hal itu sebagai hal yang penting, hal yang sangat perlu dan merasa itu adalah hal yang wajar - wajar saja. Padahal jawabannya bisa jadi tak segampang itu dan manusia lain paling risihlah kalau ditanya hal seputar JRK (Jodoh, Rejeki dan Kematian (Maut)). Karena sebenarnya kita tak pernah punya jawaban yang pasti.
Menjengkelkan tapi tetap saja ditanyakan.
Seperti contoh percakapan berikut ini:
JODOH
T (Tanya) : Umur berapa sekarang, Mas?
J (Jawab) : 40 tahun
T : (terkejut dan sangat peduli). Lho, kenapa kok gak menikah?
J : Belum.
T : Lho kenapa kok belum? Kan sudah cukup umurnya. (mulai terdengar menjengkelkan)
J : Ya karena memang belum nemu jodohnya.
T : Tapi udah punya pacar, kan ?
J : Belum.
T : Lha, kenapa kok belum? (mulai menjengkelkan dan mengganggu). Kok gak cari, sih?
J : Ya. Sedang mencari dan belum ketemu. Belum juga ada yang nyantol dan senang. Belum ada jodohnya kali. Nggak tahulah.
(dua belah pihak terdiam dan sangat merasa pembicaraan ini sia-sia. Karena sama-sama tak pernah tahu alasan dan sebab akibatnya).
Nah karena, Jodoh = Rejeki = Kematian (Maut) (TANDA SAMA DENGAN itu berarti Equivalent atau setara). Kadang Saya tergelitik untuk memprotes, kenapa orang yang usil tanya tentang jodoh ini tak pernah tanya hal serupa tentang Rejeki bahkan kematian. (Ataukah ia takut mulutnya ditampar orang?). Mari kita ganti pertanyaannya dengan konteks Rejeki lalu Kematian dan coba rasakan sensasinya (siap-siaplah ditampar orang!).
REJEKI
T : Kerja apa dan Penghasilannya berapa per bulan, Mas?
J : Pegawai Negeri. 4 juta. (dengan keengganan luar biasa)
T : (terkejut dan sangat peduli). Lha, kenapa kok masih segitu gajinya? Gak pengen kaya, ya? Masa cukup uang segitu?
J : Entahlah. Dicukup-cukupin aja.
T : Kenapa entah? Kan sudah pegawai negeri. (mulai terdengar menjengkelkan)
J : Ya karena memang belum nemu rejekinya aja.
T : Udah punya usaha lain?
J : Belum.
T : Lho kenapa kok belum? (mulai menjengkelkan dan mengganggu). Kok gak cari?
J : Ya. Sedang mencarilah dan belum ketemu. Belum ada yang nyantol dan yang cocok. Belum ada rejekinya kali. Nggak tahulah.
(Dengan kedongkolan luar biasa)
Nah, sekarang, beranikah Anda, Wahai Sang Usil, menanyakan hal yang sama denga versi Kematian (Maut)?
MAUT
T : Sekarang umur berapa, Pak?
J : 75
T : (terkejut dan sangat peduli). Lho kenapa kok gak mati?
J : Belum.
T : Lha kenapa belum? Kan sudah cukup umurnya ? (mulai terdengar menjengkelkan)
J : Ya karena memang belum nemu mautnya aja.
T : Udah sakit?
J : Belum.
T : Lho kok kenapa belum? (mulai menjengkelkan dan mengganggu). Kok gak cari-cari?
J : Ya. Sedang mencarilah dan belum sakit-sakit. Masih sehat-sehat saja. Belum ada yang nyantol dan cocok mautnya kali. Nggak tahulah.
(siap-siap menampar mulut si Usil)
Berani coba?
Makanya dari sekarang tolong hindari pertanyaan – pertanyaan usil dan gak penting seperti di atas karena tetap membingungkan dan SELALU MENJENGKELKAN.
Salam Budaya.
Komentar
Posting Komentar