Mengawal Kebijakan BPOM Demi Mewujudkan Konsumen Cerdas


Salam Budaya!

Sebentar-sebentar tulisan yang Saya turunkan ini bukan untuk membuat gaduh ya. Karena sudah pernah Saya bahas di sini.


Ternyata ribut dan gelegak SKM masih menjadi hal yang penting dan menarik untuk dibahas. Makanya untuk kesekian kalinya masih juga menjadi beban moral bagi kita para blogger untuk membuat edukasi ke masyarakat kalau:


Nah lho terus apa?

Ini yang menjadi pembicaraan kita di Upnormal Roaster - Wahid Hasyim - Senin 8 Oktober 2018 dimana ada acara Blogger Bicara dengan tema yang diangkat sebenarnya apakah memang SKM telah menuruti janjinya dan masyarakat tahu benar bahwa SKM bukanlah susu?

Terima kasih buat mbak Andini yang sudah mengundang Saya ke diskusi menarik ini. Pagi itu di lantai  sudah dipenuhi teman - teman blogger yang sudah siap ngobrol nyantai tapi sebelumnya di Grup WA kami sudah di share beberapa gambar yang memang membuat Saya bertanya - tanya dan penasaran.











Beberapa sudah sangat - sangat jelas diungkapkan kalau selama ini kita ternyata keliru mengambil kesimpulan tentang SKM bahkan nara sumber kita pagi itu mengingatkan bahwa polemik ini sudah terjadi sejak sekitar tahun 1930 an. Wow!


Ingat sekali lagi diskusi ini tidak untuk menyatakan bahwa SKM itu DILARANG atau BERBAHAYA tapi untuk mengingatkan bahwa SKM sekali lagi bukan susu dan penggunaannya harus tepat dan sesuai karena bukan untuk pengganti asupan gizi dan hanya berfungsi sebagai topping atau penambah selera pada makanan atau minuman.

Sudah hadir berturut - turut di meja nara sumber.

Peneliti LBH Jakarta, Pratiwi Febry
Pengamat komunikasi dan konsultan media, Eni Saeni, S.I.Kom, M.I.Kom
Direktur Kesehatan Keluarga, Direktorat Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Dr. Eni Gustina MPH
dan Moderator, kang Maman.

Diskusi kali ini motornya dipanasi dulu oleh paparan dari Mbak Tiwi yang memandangnya dari segi hukum. Beliau  membawakannya dalam slide yang cukup jelas bagi Saya dengan tema "Perlindungan Konsumen - Studi Kasus SKM". 

Sebagai awal beliau mempertanyakan apakah benar bahwa ada pelanggaran hak atas kesehatan?


Beliau mencuplik beberapa undang - undang yang membahas hak kesehatan seperti berikut:

Pasal 25 DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia)

(1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. 

(2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama. 

Pasal 12 Kovenan Internasional tentang Hak EKOSOB (Ekonomi Sosial dan Budaya)

1. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental. 

2. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak pada Kovenan ini guna mencapai perwujudan hak ini sepenuhnya, harus meliputi hal-hal yang diperlukan untuk mengupayakan: 
a) Ketentuan-ketentuan untuk pengurangan tingkat kelahiran-mati dan kematian anak serta perkembangan anak yang sehat; 
b) Perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri; 
c) Pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan; 
d) Penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang.  

Pasal 12 dan 14 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan 

Pasal 12
1. Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di bidang pemeliharaan kesehatan dan supaya menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan yang berhubungan dengan keluarga berencana, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan. 

2. Sekalipun terdapat ketentuan pada ayat 1) ini, negara-negara peserta wajib menjamin kepada perempuan pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa sesudah persalinan, dengan memberikan pelayanan cuma-cuma dimana perlu, serta pemberian makanan bergizi yang cukup selama kehamilan dan masa menyusui. 

Pasal 24 Konvensi tentang Hak Anak 

1. Negara-negara Pihak mengakui hak anak atas penikmatan standar kesehatan yang paling tinggi dapat diperoleh dan atas berbagai fasilitas untuk pengobatan penyakit dan rehabilitasi kesehatan. Negara-negara Pihak harus berusaha menjamin bahwa tidak seorang anak pun dapat dirampas haknya atas aksers ke pelayanan perawatan kesehatan tersebut. 

2. Negara-negara Pihak harus mengejar pelaksanaan hak ini sepenuhnya dan terutama, harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk: 
(a) Mengurangi kematian bayi dan anak; 
(b) Menjamin penyediaan bantuan kesehatan yang diperlukan dan perawatan kesehatan untuk semua anak dengan penekanan pada perawatan kesehatan primer; 
(c) Memerangi penyakit dan kekurangan gizi yang termasuk dalam kerangka kerja perawatan kesehatan primer melalui, antara lain, penerapan teknologi yang dengan mudah tersedia dan melalui penyediaan pangan bergizi yang memadai dan air minum bersih, dengan mempertimbangkan bahaya-bahaya dan resiko-resiko pencemaran lingkungan; 
(d) Menjamin perawatan kesehatan sebelum dan sesudah kelahiran yang tepat untuk para ibu; 
(e) Menjamin bahwa semua bagian masyarakat, terutama orang tua dan anak, diinformasikan, mempunyai akses ke pendidikan dan ditunjang dalam penggunaan pengetahuan dasar mengenai kesehatan dan gizi anak, manfaat-manfaat ASI, kesehatan dan sanitasi lingkungan dan pencegahan kecelakaan; 
(f) Mengembangkan perawatan kesehatan yang preventif, bimbingan bagi orang tua dan pendidikan dan pelayanan keluarga berencana. 
3. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang efektif dan tepat dengan tujuan menghilangkan praktek-praktek tradisional yang merusak kesehatan anak. 
4. Negara-negara Pihak berusaha meningkatkan dan mendorong kerja sama internasional dengan tujuan mencapai realisasi hak yang diakui dalam pasal ini sepenuhnya dan secara progresif. Dalam hal ini, maka harus diberikan perhatian khusus pada kebutuhan-kebutuhan negara-negara sedang berkembang. 

Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 

"Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak."

Pasal 9 UU No 39 Tahun 1999, tentang HAM 


  1. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
  2. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
  3. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.


UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 

“Kondisi sejahtera dari badan, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara ekonomis (Ps. 1 ayat (1) UU Kesehatan) 

-FUNDAMENTAL RIGHTS- 
(yang merupakan standar tertinggi yaitu hak mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang sehat, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan perhatian khusus terhadap kesehatan ibu dan anak, hak atas sandang, pangan dan papan, pelayanan kesehatan, dan lain - lain)

Nah dengan beberapa pandangan di atas sudah jelas maka setiap warga negara punya hak dan kewajiban yang sama. Termasuk dalam 4 prinsip utama dalam pemenuhan hak ekosob:

1. Ketersediaan yang sama 
2. Aksesibilitas yang sama dan merata
3. Kualitas yang sama
4. Kesetaraan yang sama

sehingga menghasilkan Progressive Realization (Realisasi Progresif)


Sebuah prinsip terkait dengan “generasi kedua” hak asasi manusia (ekonomi, sosial dan budaya) dibawah Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang mensyaratkan adanya keberlanjutan, peningkatan dalam realisasi hak tersebut oleh negara secara nyata dengan menggunakan sumber daya yang tersedia. 

Lalu bagian peraturan mana yang dilanggar, ternyata ada kontroversi atau hal yang bertentangan di peraturan yang mengatur masalah SKM ini. Coba bandingkan aturan ini dengan Surat Edaran yang berikutnya.

Perka BPOM No 21/2016 SKM termasuk dalam sub kategori Susu Kental, kategori Susu

dengan

SE No HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan Pada Produk Susu Kental dan Analognya

1.b. “dilarang menggunakan visualisasi bahwa produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3)disetarakan dengan produk susu lain sebagai penambah atau pelengkap zat gizi. Produk susu lain, antara lain susu sapi/ susu yang dipasteurisasi/ susu yang disterilisasi/ susu formula/ susu pertumbuhan.”


Terdapat KETIDAKSELARASAN aturan

Melahirkan KETIDAKPASTIAN HUKUM.

Yang diharapkan masyarakat adalah ada suatu perundangan yang mengikat agar produsen tak ngawur menggunakan SKM ini. Tapi pada kenyataannya peraturan lama masih mengatur bahwa SKM adalah bagian susu, sedangankan peraturan baru hanya mengatur masalah periklanan dan visualisasi.

Bagaimanakah detailnya, ada di

ETIKA PARIWARA

3.1 Anak-anak
3.1.3
Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur
bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk anak-anak.
3.1.4
Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi
Daya rengek (pester power) anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anak anak mereka akan produk terkait.


Undang-Undang Perlindungan Konsumen UU No 8 Tahun 1999
Permenkes No 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji

(informasi yang jelas, mudah dibaca, tidak menyesatkan, pengawasan, evaluasi)

Nah, bagaimana cara - caranya agar Masyarakat bisa menempuh jalur resmi menyelesaikan masala ini dengan kerancuan peraturan di atas?

  • Penelitian & Kumpulkan Data kerugian dan korban
  • Diseminasi temuan kepada publik (edukasi)
  • Audiensi kepada pihak terkait untuk mengubah kebijakan dan sajian produk
  • Kampanye
  • Drafting Gugatan Class Action
  • Somasi Kemenkes dan BPOM 
  • Ajukan Gugatan Class Action         


Di kenyataan sebenarnya masih ada beberapa konsumen yang nakal dan mencoba untuk tetap mempromosikan produknya dengan cara yang salah dan tidak sesuai aturan walaupun Surat Edaran sudah ada sejak bulan Mei 2018.

Upaya dan peranan masyarakat adalah hal yang terpenting sekarang agar masyarakat kita teredukasi dan mulai paham, sekali lagi, SKM bukanlah susu dan bukan barang berbahaya untuk dikonsumsi dan bukan pengganti asupan gizi tapi hanyalah tambahan untuk makanan dan minum.

Terus - menerus perlu didengungkan supaya kita semua punya langkah nyata untuk menghentikan mereka yang 'ada kemungkinan' telah memakan korban sejak lama baik kemungkinan obesitas dan stunting (perlu penelitian lebih mendalam).

Jadi ayo, sama - sama teriakkan dan lantang demi kesehatan anak dan cucu kita nanti!

Suarakan kebenaran SKM bukanlah SUSU!

Salam Budaya!




Komentar

  1. SKM enak banget emang. Tapi kita harus sadar akan kesehatan. Jangan lagi diberikan sebagai minuman susu :)

    BalasHapus

Posting Komentar