Himbauan Hidup Tanpa Merokok Tanpa Mengajak Ribut

Tokoh Masyarakat atau Orang Terkenal?

Be Better of Yourself
Salam Budaya.

Semuanya bermula di saat Saya masih berumur balita. Jauh sebelum mengenyam TK. Anak – anak lain selalu menjawab pertanyaan: “Apa cita-citamu nanti?” dengan pelbagai jawaban yang sudah pernah tersetting berpuluh-puluh tahun lamanya. Kalau tidak: Insinyur – Arsitek – Polisi – Dokter – Pramugari dan jawaban standard lainnya. 


Terus terang, hati dan pikiran Saya bingung waktu itu. Saya sama sekali nggak punya Klu (Clue) harus menjawab apa. Atas dasar apa, hal yang menarik pada diri Saya, atas segala ketertarikan saya pada suatu hal yang mungkin akhirnya bisa berkesimpulan menjadi suatu cita – cita. 

Teman – teman ada yang suka dokter-dokteran, polisi-polisian, (bangun-bangunan rumah) arsitek-arsitekan, dan pramugari –pramugarian. 

Saya? Seorang anak kecil cacat yang hanya berani mengintai dari bilik kamar setiap saat ada tamu datang. Tapi rasa ‘Show Off’ atau menghibur itu besar. Sangat besar

Dan Saya punya jawaban yang tepat untuk anak seusia TK waktu itu. Apa cita-cita Saya? Saya akan dengan tegas menjawab, 

‘Saya pengen jadi TERKENAL’. 

Sambil meninggalkan kesan yang aneh di jidat setiap saat ada orang yang menanyakan hal itu. 

Ibu Saya saja pernah mencoba menanyakan alasannya apa, ‘Kenapa dengan orang terkenal?’ 

Saya jawab dengan polos, “Orang terkenal itu mampu berbuat apapun Ibu. Mereka bisa menjangkau fasilitas dan kalangan manapun. Jadi bila ingin berbuat baik, mereka lebih punya akses yang lebih baik pula’. 

Ibu terdiam. Tapi Saya tahu beliau menyetujuinya. 

Bertahun – tahun berikutnya bakat Saya menjadi – jadi. Saya dulu adalah seorang pelukis, desain grafis, Arsitek, Kontraktor, penyiar radio, penyanyi, MC. 

Kemudia malan muncul keraguan baru, apakah Saya sebenarnya perlu mendefinisikan lagi apa sebenarnya cita-cita Saya itu? Terkenal itu apa? Artiskah? Entertainer kah? Di saat teman – teman sekolah sudah memberi saya olok – olokan Saya sebagai artis, walaupun masih tingkat lokal, Saya sering menjawab pertanyaan berikut dengan tanpa dosa. Saya pelintirkan jawaban untuk setiap pertanyaan, ‘Kamu siapa?’ dengan menjawab, “Saya Artis (Saya adalah SENIMAN)”. 

Tapi di kenyataan lapangan, ternyata banyak orang awam tak gampang sepaham dengan istilah itu. Mereka makin mengejek dengan ‘Artis kok tidak terkenal’. Susah juga. Mau pasang nama SENIMAN takutnya Saya bakal bentrok dengan tetangga sebelah yang kebetulan bernama SENIMAN MACHMUD (beliau sudah almarhum sekarang – Rest in Peace). 

Cobaan lain malah datang, Saya tiba-tiba tertarik dan bisa membaca Tarot. Yang menjadi pertanyaan besar lanjutan adalah apakah seorang Tarot Reader mungkin dimasukkan sebagai kategori ARTIS?  Saya paksakan jawabannya iya. Mengingat seorang Tarot Reader juga masih menjalani keterlibatan dengan dunia entertainment. Alhamdulillah langkahku untuk menjadi terkenal semakin melenggang. 

Cobaan berikutnya datang, di saat Saya harus membuat PAGE atau Group di FACEBOOK. Pilihan profesinya ternya yang ada adalah Artist as A Musician, Actor, dll atau yang pilihan berikutnya adalah PUBLIC FIGURE (TOKOH MASYARAKAT). Sebuah gagasan yang menarik. Akhirnya Saya memilih itu TOKOH MASYARAKAT (tidak lagi Artist) sebagai pilihan, karena dalam logika Saya, bukannya Seorang Tokoh Masyarakat itu lebih punya akses yang lebih dari hanya sekedar masyarakat biasa. SO WHY NOT? 

Akhirnya Saya dengan berani, menyatakan diri untuk mengubah cita – cita Saya selama ini dan siap menjawab bila ditanya. 

‘Dedy, apa cita – citamu?’ – “Menjadi TOKOH MASYARAKAT” 

Belum jadi TOKOH MASYARAKAT orang sudah pada ribut.
Ternyata yang banyak datang merespon adalah CELAAN. Saya kadang – kadang terheran – heran dengan orang yang mencemooh itu. Bukankah cita – cita, keinginan atau kalimat positif yang dilontarkan itu adalah niat baik dan doa yang baik di dalamnya pula ya, kan? 

Menurut Saya sih, orang menggambarkan dirinya sebagai profesi apapun amatlah sangat dihalalkan dalam jagat jejaring sosial. 

“Menurut Saya, sebagai Koki, masakan ini luar biasa” 

“Saya setuju aja, sebagai Penyiar Radio, Saya akui suaranya ramah Microphone banget” 

“Baguslah, sebagai Guru Bahasa Inggris, Saya nilai aksennya sempurna”. 

Apa bedanya beberapa kalimat di atas dengan, 

“Cool. Sebagai Tokoh Masyarakat, Saya sangat mendukung gagasan itu”. 

Siapa yang berhak untuk menghadang orang lain berkalimat seperti itu?

Lalu apa sebenarnya TOKOH MASYARAKAT itu sendiri? 

Pengertian TOKOH sebenarnya sudah termaktub dalam Masyarakat itu sendiri: 

Tokoh adalah seseorang yang terkemuka atau kenamaan di bidangnya, atau seseorang yang memegang peranan penting dalam suatu bidang atau aspek kehidupan tertentu dalam masyarakat. Seseorang tersebut berasal, dibesarkan, dan hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu. 

Lalu apakah Saya sudah termasuk TOKOH MASYARAKAT? Sebenarnya Ssaya tak peduli. Karena di pikiran Saya. Di bidang Saya. Di karya yang Saya buat, Saya ingin memegang peranan penting itu. 

Saya dicerca dan dihujat pula gara – gara gagasan ini sangat tidak masuk akal, karena tidak ada orang yang pernah mengklaim dirinya sebagai TOKOH MASYARAKAT

Saya cuma tersenyum saja dengan pikiran picik itu. Klaim itu memang nggak main-main, ya. Tapi kalau yang ada di kenyataan, bahwa soal klaim ini hanyalah semacam wacana Anak Adam yang menulis Tokoh Masyarakat hanya di STATUS dan WALL PRIBADI nya itu hak dia kaleeeeeeeeeeeeee. (Edisi Curhat)

Kecuali kalau ada seseorang yang mempunyai akses media masa berupa TV, Majalah, Koran, Radio dan dia berkoar-koar sebagai TOKOH MASYARAKAT ya monggo. Silakan digugat keberadaannya. 

Tadi seorang teman juga menanyakan, ‘Terobsesi ya menjadi TOKOH MASYARAKAT?’. 

Itu cita – cita. Sama seperti teman – teman yang di status WA atau FB dan Twitternya yang menyebutkan kalimat-kalimat Berbahasa Inggris yang kalau diterjemahkan kurang lebih berarti “Saya kaya. Sehat. Berlimpahruah. Penuh kesehatan”. Menurut mereka itu cara pribadi dalam menarik segala unsur positif di alam ini untuk tetap positif dan berguna. Kan tak ada bedanya dengan “Saya Tokoh Masyarakat. Baik. Berguna bagi orang banyak.” 

Fair kan? 

Saya juga sangat mengharapkan adik – adik kita yang baru SD, lebih akan berkembang dalam menjawab bila mereka ditanya apa cita-cita mereka. 

Suatu saat mudah-mudahan mereka dengan polos mampu menjawab, 

“Saya ingin menjadi Wedding Photographer – Landscape Designer – Aeroplane Traffic Controller – Multimedia Owner atau Juragan Pom Bensin” 

Dunia ini bakal lebih berwarna. Jika kita bisa menerima orang lain dengan segala keberagamannya. 

Saya cuplikkan satu kalimat dari FILM ‘Sister Act 2’, dimana di salah satu adegannya si Sister Mary Clarence (diperankan oleh Whoopie Goldberg) tengah menasehati seorang calon penyanyi yang putus asa yakni Rita Watson (diperankan oleh Lauryn Hill), katanya begini: 

If you wake up in the morning, and you can't think anything but singing, then you should be a singer, girl.’ 

(Jika kamu terbangun di pagi hari, dan yang cuman kamu pikirkan tak ada selain menyanyi dan menyanyi. Seharusnya jadilah kamu seorang PENYANYI). 

Ah indahnya dunia ini. 


Salam Budaya dari (yang maunya pengen jadi) Tokoh Masyarakat.



Komentar