KETIKA SEORANG PITERA RAMANTO SANGGUP MEMBUAT TEH HANGAT

KETIKA SEORANG PITERA RAMANTO SANGGUP MEMBUAT TEH HANGAT

DISKUSI HANGAT "MENJADI DISABILITAS BUKAN HAMBATAN' DI KEMENTRIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

JUMAT 9 PEBRUARI 2018



Salam Budaya!

Begitu Teh Hangat itu tersaji. Saya tak sanggup berkata-kata. Tidak juga bertepuktangan, tak bersoraksorai, ada air di ujung mata Saya yang tak jua mau turun. Pitera Ramanto, pria 18 tahun ini sudah jadi contoh kecil bagi kita semua bahwa, Ia takkan menjadi seorang penyandang tuna netra yang menghambat dirinya sendiri.

Hari ini Saya sekali lagi mengemban tugas yang diberikan oleh Blomil (Blogger Mungil) sebagai perwakilan media blogger memenuhi undangan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Pitera Ramanto yang Selalu Tersenyum

Bapak Indra Gunawan, selaku Asisten Deputi Perlindungan Anak Bidang Anak Berkebutuhan Khusus, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membuka dengan penjelasan bahwa Kementrian sedang mengembangkan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Melalui PATBM ini diharapkan Perlindungan anak dilibatkan secara terpadu baik anak, keluarga atau orang tua, masyarakat dan pemerintah.


Bapak Indra Gunawan

"Beberapa daerah juga sudah mengupayakan agar ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) dilibatkan dalam PATBM sehingga ABK juga terlindungi hak-haknya, baik habilitasi maupun rehabilitasinya. Pemerintah saat ini juga sedang mengembangkan pendidikan inklusi sehingga diharapkan semua anak bisa sekolah termasuk ABK. Dalam diskusi ini semoga ada upaya-upaya yang lebih baik karena tantangannya terhadap ABK juga masih ada"

Menurut Indra, Kementrian PP dan PA khususnya pada bidang yang menangani ABK, akan terus membangun sinergitas dengan semua pihak, baik masyarakat, pemerintah daerah dan lembaga sosial. Kerja sama dengan pemerintah daerah dilakukan dengan membangun kesepahaman bersama.



Mata saya kembali menuju ke Ibu Yanti (Priantiningtyas), Bunda dari Pitera Ramanto, Sang jawara di bidang MTQ dan puisi yang jago main Keyboard dan bernyanyi.

"Dunia Saya serasa jatuh dan bangun menerima kenyataan bahwa anak saya divonis buta. Saya harus menjadi seorang ibu yang punya beberapa kali lipat semangat dibanding Pitera. Dia punya 1 Saya bakal punya 10. Dia punya sepuluh Saya bakal punya 20".

"Permasalahan sebenarnya terletak pada orang tua. Bagaimana orang tua bisa menerima keberadaan Anaknya yang Berkebutuhan Khusus".

Selalu Tersenyum Seperti yang Selalu Diajarkan oleh Bunda Yanti
Hal itu juga disambut dengan antusias oleh Kepala Sekolah Yayasan Pendidikan Dwi Tuna (YPD) Rawinal, Bapak Budi Prasojo, yang juga merupakan Ketua Aliansi Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat. Menurut beliau, sangatlah penting untuk melakukan pendekatan terhadap orang tua atau keluarga terdekat berupa pendampingan agar mereka bisa berdamai terlebih dahulu dengan kondisi anak. Anak Disabilitas sebenarnya sama seperti anak yang lainnya. Cuma bagaimana kita, sebagai lingkungan terdekat dari anak, harus menerima kekurangannya dan menjadikannya sebagai kelebihan. Anak disabilitas bisa mandiri jika kita yakin dia bisa mandiri.

Edukasi dan advokasi hak-hak anak juga menjadi penting dalam melindungi mereka. Butuh dukungan dan komitmen dari seluruh elemen masyarakat untuk turut serta mensosialisasikan apa saja hak-hak anak yang perlu kita penuhi.

Bapak Budi Prasojo
Yayasan Rawinala sendiri memang hadir sebagai sebuah lembaga yang melayani kebutuhan pendidikan penyandang tunaganda netra, sebuah kondisi dimana penyandangnya memiliki dua atau lebih hambatan, dengan hambatan utama pada penglihatan. Penyandang tunaganda netra ini sulit mendapatkan layanan pendidikan di sekolah luar biasa.



Bunda Yanti sekali lagi menegaskan saat ia ditanya bagaimana cara ia bisa bertahan selama ini,

"Lakukan dengan cinta. Jangan pernah takut menerima kondisi anak kita. Allah telah memberikan kunci surga berupa Pitera. Dengan cinta, takkan ada rasa berkorban, semuanya dilakukan dengan senyum dan bahagia. Anak tidak akan terbebani dengan kondisinya jika kita mengakui keberadaannya".



Bapak Indra Gunawan menambahkan bahwa perlu adanya perubahan paradigma di tengah masyarakat, disabilitas bukanlah sebuah aib, disabilitas bukanlah sebuah hambatan, karena anak disabilitas juga bisa mandiri jika kita memberikan akses bagi anak disabilitas.

Terakhir Pitera Ramanto memberikan pesan penutup yang membuat Saya jadi terdiam seribu basa. Entah kenapa.


Dengan senyum bahagianya yang lebar, dia bilang,"Bersyukurlah atas apa yang terjadi dan kau miliki".

Saya pulang dengan grab bike dengan hujan yang turun membasahi tanah Jakarta. Mata ikut meneteskan sesuatu. Sesuatu yang seharusnya bisa kita jadikan pelajaran setiap hari. Bersyukur setiap hari. Punya tubuh sempurna dan masih bisa melakukan apapun yang bisa kita lakukan semaksimal mungkin.

Terima kasih, Allah.

Salam Budaya.

Komentar