Himbauan Hidup Tanpa Merokok Tanpa Mengajak Ribut

Kegelisahan Ananda Sukarlan Akan Cahaya Purnama


The One and Only Ananda Sukarlan
Salam Budaya.

Suatu waktu, Dedy Kecil adalah salah satu anak yang bermimpi besar untuk ingin mewujudkan cita-citanya menjadi pemain musik. Salah satu alat yang ia idamkan adalah piano. Di alam impiannya, Dedy Kecil selalu berusaha menjadikan beberapa obyek penderita macam meja, bangku atau apa saja yang datar dan jemari bisa ia mainkan, ia berharap obyek itu akan menjadi grand piano hitam dan mengkilat. Dentingnya saja bisa membuat ia merinding. Memainkannya di malam hari akan membuat orang terkesan dan berdiri dengan applause yang panjang.

Ini cuma Mimpi. Ini cuma Pose. Khayalan. Hahaha
Bangun. Nak. Bangun.
Ya, orang akhirnya harus bangun. Harus menghadapi realita yang ada di lapangan. Begitu juga seni. Seni tak harus selalu di awang-awang. Seni kadang harus menghadapi kenyataan bahwa kita manusia juga penuh dengan keberagaman dan tidak seragam. Bahkan Ananda Sukarlan yang akan sedikit kita bahas sebentar lagi, bilang, dia tak begitu setuju dengan istilah Disabilitas. Dia lebih memilih Diffability atau Different Ability. Bahwa manusia dengan segala kekurangannya ternyata jadi pembeda akan kelebihannya.

Good Point, Mas. Setuju banget!

Makanya begitu Saya diundang khusus bersama Blogger Mungil untuk menghadiri Resital Piano beliau. Hidup ini kayak mimpi tapi juga dalam keadaan bangun. 

Ssst.. Jangan bilang Saya norak ya! Tapi memang kenyataan, menghadiri resital Piano jadi sesuatu yang pernah saya impikan dan idamkan. Jadi thanks buat Mbak Kiki dan Blogger Mungilnya yang kali ini jadi Media Partner di acara yang bertajuk "Differences Unite" ini.

"Differences Unite" menjadi makna khusus karena berarti "Perbedaan itu Menyatukan". Jadi janganlah khawatir dan jadi penghalang kalau kita, kamu, Anda, Kalian, Mereka, Dia berbeda dalam hal apapun, karena itu tidak akan menjadi kita terpecahbelah tapi malah menjadi pemersatu karena kita bakal saling kenal, saling mempelajari dan saling membutuhkan.


Pada awalnya Saya agak bingung kenapa ada tema seperti itu di resital piano. Ternyata begitu jumpa pers pas jam 4 sore, yang diadakan di lantai 1 Hotel JS Luwansa  Jakarta, barulah Saya sadar kalau tema yang diangkat hari ini berkaitan dengan para penyandang disabilitas yang ikut andil banyak dalam acara kali ini.

Ada Yayasan Daya Pelita Kasih hadir diwakili oleh Ibu Kawengkang. Yayasan ini ternyata sudah berperan aktif memberikan pendidikan khusus, terapi dan pelatihan bagi anak-anak, remaja dan dewasa dengan berkebutuhan khusus (Autisme, Dyslexia, ADD/ADHD, Cerebral Palsy, Down Syndrome, IO Borderline, Masalah Belajar, Retardasi Mental, dan Masalah Perilaku) sejak tahun 2003.

Hadir juga Kak Toto (Timotius Suwarsito) salah satu pengajar yang juga seniman yang mewakili ArtBurt ID yang bergerak di bidang yang sama. Mereka menjadi salah satu "curahan seni pertama" bagi teman-teman kita yang unik ini.

Konferensi Pers dari Kiri - Ibu Kawengkang, Mas Ananda Sukarlan, Hana (Seniman dari Pengidap Bipolar Disorder) dan Kak Toto
Malah sebagian dari karya teman-teman berupa lukisan ternyata sudah dipajang sejak pagi pukul 10 sebagai pembuka rangkaian acara kita hingga malam nanti.

Dari informasi jumpa pers, ternyata di beberapa acara hasil penjualan dari beberapa lukisan ini juga akan membantu perkembangan pendidikan teman-teman berkebutuhan khusus yang tidak mampu. 

Wah ada siklus kebaikan di sini. Salut!

Berikut beberapa karya dari teman-teman, yang tidak kalah menarik dan memang dipamerkan untuk dijual.


Green Garden

The Future Wave

New Hope


Dancing Fish

Sunset in Behind The Sea Cliff

Rising Sun

Color Harmony

Flowers in The Garden

Fireworks

Mengagumkan? Ya, kan. Ketegasan dan kejujuran mereka menjadi berpadu satu. Ada unsur pelampiasan apapun dalam lukisan mereka. Mereka dengan berani berhasil mengekspresikan apa yang mereka rasakan dan pikirkan. 

But, wait ..

Lalu kenapa Mas Ananda Sukarlan ikut dalam rangkaian acara kali ini?

Selain Ananda Sukarlan Center sangat mendukung perkembangan musik pada anak disabilitas dan kurang mampu. Ternyata mas Ananda Sukarlan sendiri adalah pengidap Sindrom Asperger, suatu gangguan autisme yang lebih ringan.

Apakah Sindrom Asperger itu?

menurut Wikipedia:


adalah salah satu gejala autisme di mana para penderitanya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya, sehingga kurang begitu diterima. Sindrom ini ditemukan oleh Hans Asperger, seorang dokter anak asal Austria pada tahun 1944, meskipun baru diteliti dan diakui secara luas oleh para ahli pada dekade 1980-an. Sindrom Asperger dibedakan dengan gejala autisme lainnya dilihat dari kemampuan linguistik dan kognitif para penderitanya yang relatif tidak mengalami penurunan, bahkan dengan IQ yang relatif tinggi atau rata-rata (ini berarti sebagian besar penderita sindrom Asperger bisa hidup secara mandiri, tidak seperti autisme lainnya). Sindrom Asperger juga bukanlah sebuah penyakit mental.


Bapak Hans Asperger

Ketika orang berbicara, umumnya mereka menggunakan bahasa tubuh seperti senyuman dan komunikasi nonverbal lainnya, dan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh mereka cenderung memiliki lebih dari satu buah makna. Seorang penderita sindrom Asperger umumnya tidak memiliki kesulitan dalam perkembangan bahasa/linguistik, namun mereka cenderung memiliki kesulitan untuk memahami bentuk-bentuk komunikasi non-verbal serta kata-kata yang memiliki banyak arti seperti itu, dan mereka hanya memahami apa arti kata tersebut, seperti yang ia pahami di dalam kamus. Namun, kebanyakan penderita memiliki perbendaharaan kata dan wawasan yang melebihi anak-anak seusianya dan kerap dijuluki "profesor kecil". Para penderita sindrom Asperger sering kesulitan memahami ironi, sarkasme, dan penggunaan bahasa slang, apalagi memahami mimik muka/ekspresi orang lain, dan cenderung berbahasa dengan gaya formal. Mereka juga tergolong sulit bersosialisasi dengan orang lain dan cenderung menjadi pemalu, tergantung tingkat keparahan penyakit atau perkembangan si penderita sendiri. Penderita sindrom ini kerap menjadi sasaran bullying, terutama pada usia anak dan remaja. Penemu sindrom ini juga menunjukkan gejala serupa ketika masa kanak-kanaknya.

Para dokter melihat sindrom Asperger sebagai sebuah bentuk autisme. Seringnya, disebut sebagai "autisme yang memiliki banyak fungsi/high-functioning autism". Hal ini berarti setiap penderita sindrom Asperger terlihat seperti halnya bukan seorang autis, tetapi ketika dilihat, otak mereka bekerja secara berbeda dari orang lain. Para dokter juga sering mengambil kesimpulan yang salah mengenai sindrom Asperger setelah mendiagnosis penderitanya, dan memvonisnya sebagai pengidap skizofrenia, ADHD, sindrom Tourette atau kelainan mental lainnya.

Bagian otak yang memiliki kaitan untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain juga sebenarnya mengontrol bagaimana tubuh bergerak dan juga keseimbangan tubuh. Karena itu, seorang penderita sindrom Asperger terkadang mengalami masalah yang melibatkan pergerakan tubuh, seperti halnya olahraga, atau bahkan jalan kaki, yang kadang-kadang sering terpeleset, tergantung tingkat keparahannya. Mereka juga memiliki kebiasaan grogi/nervous.

Para penderita sindrom Asperger memiliki kecenderungan lebih baik dibandingkan orang-orang lain dalam beberapa hal seperti tulisan dan literatur, pengetahuan umum, ilmu alam serta pemrograman komputer. Banyak penderita sindrom Asperger memiliki cara penulisan yang lebih baik dibandingkan dengan cara mereka berbicara dengan orang lain. Mereka juga memiliki sebuah minat yang khusus yang mereka tekuni dan bahkan mereka menekuninya sangat detail, serta mereka justru menemukan hal-hal kecil yang orang lain sering dilewatkan atau diremehkan. Anak dengan syndrom ini perlu sebuah perhatian dan kasih sayang dari orang sekitarnya. Apabila orang tua membiarkan atau mengabaikan keberadaanya, anak tersebut dapat merasa tertekan bahkan stress berat walaupun penyandang syndrom ini terlalu kaku untuk menunjukan keinginanya. Hal ini dapat ditandai dengan adanya rasa ingin berteman namun tidak mampu mengaplikasinya.


Ananda Sukarlan tak mau disebut Penderita (Sumber Gambar http://www.social-tango.com)


"Dulu waktu kecil saya sering dibilang enggak sopan, karena enggak mau lihat mata orang," kenang Ananda Sukarlan. Besar di tahun 70-an, orangtua Ananda sama sekali belum mengenal apa itu sindrom asperger atau bahkan austime.



"Tapi saya bersyukur karena saya tidak didiagnosis dari kecil, karena hal itu jadi memaksa saya belajar," ujarnya. Orangtua Ananda berusaha melatih anaknya agar bisa memiliki interaksi sosial yang lebih baik.

"Makanya saya bilang, jadi orang dengan autisme atau asperger itu bukan alasan untuk jadi brengsek," cetusnya. "Karena hal itu sebenarnya bisa dilatih."

Penjelasan Ananda Sukarlan itu dilontarkannya menanggapi stigma, orang-orang dengan sindrom asperger atau autisme memiliki perilaku tidak sopan, karena kesulitan mereka untuk melakukan interaksi sosial.


Sumber asli berita : di sini

Jadi pemirsa,

Yang Ananda Sukarlan tahu adalah musik dan pianonya. Di konser inilah ia coba mengungkapkan kegelisahannya dan bagaimana ia mendukung teman-teman yang juga mengalami apa yang ia alami.

Karyanya yang berjudul "No More Moonlight Over Jakarta" sebenarnya baru akan diluncurkan 6 April nanti. Karya tersebut sebenarnya merupakan salah satu permintaan organisasi "32 Bright Clouds" dan ia mendedikasikannya untuk Basuki Tjahaja Purnama alias "Ahok".


Kali ini ia berusaha membuat versi Indonesia yang merupakan perpaduan dengan lagu anak-anak "Ambilkan Bulan Bu" - karya AT Mahmud. Hingga akhirnya berjudul "Ambilkan Bulan, Bu, Untuk Menerangi Jakarta". Salah satu bukti kegelisahannya akan Jakarta yang diacak-acak.


Akhirnya keseluruhan karyanya ia tumpahkan ke ballroom yang cukup padat dipenuhi pengunjung malam itu. Tumpahan kekesalan dari beberapa perasaan yang ada di beberapa karya benar-benar terasa. Ia juga mengungkapkan,

"Saya memperingatkan pendengar, kalau karya saya ini bukan karya yang indah. Jangan berharap bisa terlena dan terhibur dan mendengarkannya. Seperti yang Anda tahu, musik itu kan sering adalah refleksi dari situasi saat musik itu ditulis. Semoga musik saya ini dengan akurat dapat menggambarkannya, terutama di masa mendatang orang-orang bisa mendengarnya sebagai "a musical diary" atas apa yang terjadi di tahun 2018. Keberagaman jenis musik yang mencerminkan keberagaman Jakarta di "No More Moonlight" juga tidak ada di sini. Jakarta sudah melebur menjadi satu, berfokus pada kekacauan dan kesedihan. Padahal, keseragaman kita sebetulnya adalah keberagaman, dan itu indah".

Mengingatkan Resitalnya Kali Ini Bersifat Informal. Jadi Nyantai Saja.

Berturut-turut ia menyajikan "sihir" lewat denting piano, melalui karya



  • Indonesia Pusaka
  • Balonku Ada Lima
  • Nessun Doma dan Melati di Tapal Batas (I Wish Pavarotti Met Marzuki)
  • Rapsodia Nusantara Nomor 15 (Menampilkan karya Permainan hanya dengan satu tangan kiri saja)
  • Lonely Child
  • Rapsodia Nusantara Nomor 16 dari Surabaya berupa "Rek Ayo Rek"
  • No More Moonlight Over Jakarta versi Indonesia (Ambilkan Bulan, Bu) didedikasikan untuk Ahok dan diawali oleh Daulat
  • Rapsodia Nusantara Nomor 8 dari Sulawesi
Jujur pemirsa, Saya paling tidak suka kalau Saya harus menurunkan tulisan atau melaporkan pandangan mata dari konser atau pertunjukkan musik. Karena sangatlah tidak mungkin Audio Visual, atmosfer dari komposisi bisa Saya gambarkan dengan tepat, selain seandainya saja para pembaca duduk menikmati resital semalam bersama Saya.

Kuping seakan dimanjakan. Hentakan kegelisahan permainan piano dari Ananda Sukarlan malah tidak membuat penonton terganggu. Tapi mereka paham akan penderitaan yang beliau alami. Buktinya semuanya, termasuk Saya berteriak di akhir ujung resital Piano. Emosinya benar-benar sampai ke hati ini. Ini konser penuh dengan rasa. Bukan yang Baper, ya! Tapi berkesan simpati sekaligus empati.

Mungkin begitulah sebenarnya, musik yang sejati itu. Musik yang berani menyentuh Hati kita yang terdalam.

Musik menjadi pemersatu. Walau kita Beda kita akan tetap satu!

Salut buat Mas Anandan Sukarlan.

Selamat Berkarya.
Selamat Berjuang.

Salam Budaya!

Ucapan Terima kasih buat Ibu Rita Pusponegoro dan Ibu Pia Alisjahbana

Dukungan dari Kakak "Cahaya Purnama" - Ibu Nana Riwatie
Tanggapan di Twitter dari Mas Ananda Sukarlan, makasih ya mas. Makasih mbak Rey

Komentar