Siaga dan Tanggap pada Bencana

Memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional  
26 April 2018


Salam Budaya!

"Amit Amit Jabang Bayi" (sambil mengelus-elus perut), begitu sering Saya dengar kalau ada orang mulai membicarakan atau membayangkan tentang bencana, khususnya Bencana Alam. Ini sekedar untuk menggambarkan bahwa TAK ADA SEORANG PUN di dunia ini ingin mengalami yang namanya bencana. Sampai mendoakan jangan sampai dia dan seluruh keturunannya terlepas dari bencana.

Tapi titik pembicaraan kita bukan di situ, ternyata banyak dari masyarakat bahkan Saya, sebenarnya juga tidak tahu, paham, mengerti bagaimana kita mengantisipasi diri dari bencana. Okay, kita tidak ingin daerah kita banjir, dan selalu berusaha dan berdoa agar kita tidak mengalami banjir, tapi apakah masyarakat yang tak pernah terkena banjir tahu bagaimana cara menyelamatkan diri dari banjir? Gara-gara mereka belum pernah mengalaminya? Atau bagaimana bila kita bertamu atau berkunjung ke suatu daerah dan tiba-tiba daerah itu tertimpa suatu jenis bencana? Bagaimana kita melarikan diri? Bagaimana kita mengajak teman, saudara kita untuk memberitahukan dengan baik, bagaimana melakukan dengan baik menyelamatkan diri?

Jujur, saya berpikir begitu, sepagian dalam perjalanan menuju ke Graha BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) untuk menghadiri Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional di pagi hari pas tanggal 26 April 2018.

Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional bertujuan untuk mengajak semua pihak untuk meluangkan waktu satu hari untuk melakukan latihan kesiapsiagaan bencana secara serentak.

Kali ini sekali lagi Saya bersama dengan teman teman dari Blogger Mungil (Blomil) kita jalan - jalan terlebih dahulu melihat-lihat pameran di dalam gedung BNPB yang memang sebagian besar menunjukkan betapa Indonesia punya potensi besar menghadapi bencana tiap tahunnya.

7 Jenis Bencana yang selama ini dialami oleh negara ini beserta Rambu-rambu yang perlu pemirsah perhatikan untuk meningkatkan kesiapsiagaan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah menjelaskan dengan baik bagaimana cara menghadapi BENCANA dengan TANGKAP TANGKAS TANGGUH.

Sebelumnya kita harus mengenal terlebih dahulu Karakteristik dan Ancaman Bencana Geologi dan Hidrometeorologi di Indonesia.

Mengenali bahwa wilayah Indonesia itu terletak di antara 3 lempeng tektonik yaitu di apit Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia dan Lempeng Hindia - Australia. Nah, kondisi inilah yang menyebabkan Indonesia rentan terhadap gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi dan jenis - jenis bencana geologi lainnya.


Teori tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.



Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.



Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50–100 mm/a.


Hanya di Pulau Kalimantan bagian barat, tengah dan selatanlah sumber gempa tidak ditemukan, walaupun masih ada goncangan yang berasal dari sumber gempa bumi yang berada di wilayah laut Jawa dan Selat Makassar.

Bagaimana dengan Hidrometeorologi di Indonesia?


Bencana Hidrometeorologi, sebuah istilah yang dalam satu dekade terakhir marak dibahas. Bencana meteorologi merupakan bencana yang diakibatkan oleh parameter-parameter (curah hujan,kelembaban,temperatur,angin) meteorologi. Kekeringan, Banjir, Badai, Kebakaran hutan, El Nino, La Nina, Longsor, Tornado, Angin puyuh, topan, angin puting beliung, Gelombang dingin, Gelombang panas, Angin fohn (angin gending, angin brubu, angin bohorok, angin kumbang) adalah beberapa contoh bencana Hidrometeorologi. Bencana tersebut dimasukan kedalam bencana meteorologi karena bencana diatas disebabkan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi.



Indonesia sendiri juga terletak di garis khatulistiwa sehingga wilayahnya beriklim tropis. Akibat posisi geografi ini, Indonesia hanya memiliki dua musim, yaitu penghujan dan musim kemarau.



Akibatnya?

Pada saat musim penghujan apabila curah hujan tinggi, kondisi ini memicu terjadinya puting beliung, banjir dan tanah longsor

Sedangkan pada musim kemarau, dan curah hujan rendah terjadi bencana kekeringan, kebakaran hutan dan lahan

Sementara pada musim peralihan, fenomena alam puting beliung menjadi ancaman bencana.

Berikut jenis bencana, potensi dan bagaimana cara menghadapinya:


Beberapa demo atau simulasi juga dihadirkan untuk mengingatkan dan memberi gambaran serupa bagaimana menghadapi bencana. 


Dikisahkan terjadi gempa dengan skala 7,5 pada skala Richter di pesisir selatan Pulau Jawa dengan kekuatan getaran 8 MMI pada pukul 10.00 WIB dan Gedung Graha BNPB ikut terdampak. Gempa mengakibatkan kerusakan listrik sehingga menimbulkan hubungan singkat yang menyebabkan kebakaran. 



Dalam skenario simulasi, setelah seluruh pegawai BNPB dievakuasi dari masing-masing lantai, masih ada lima orang di lantai 10 dan dua orang di lantai lima yang terjebak kebakaran. Mereka kemudian dievakuasi menggunakan tali seperti yang dilakukan Rampangilei.



Ada juga kunjungan Kaum Tuli di lantai 3, nah apakah terbayangkan pemirsah bagaimana mengedukasi dan memberi ajakan teman teman disabilitas khususnya bagi Kaum Tuli untuk menyelamatkan diri?






Di simulasi itu juga kami benar-benar diberikan sensasi yang sama bagaimana kalau Sirene Bencana berbunyi, Gedung dalam keadaan Bahaya atau Bencana Kebakaran misalnya, bagaimana kami harus menyelamatkan (mengevakuasi) tentunya dituntun oleh petugas.
Sirene yang bakal menyala bila ada bahaya atau bencana serta karyawan yang bergegas untuk diselamatkan
Dikumpulkan di ruang terbuka dan dikelompokkan berdasarkan lantai untuk tahu siapa yang masih tertinggal
Kesigapan Pemadam Kebakaran dalam menangani Bencana di lantai 5 dan 10
Apapun bencana yang pemirsah hadapi yang pertama dilakukan adalah Jangan Panik!
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Willem Rampangilei, dievakuasi menggunakan tali dari lantai 10 Gedung Graha BNPB, Jakarta Timur, saat simulasi bencana dalam rangka Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional


Acara berlangsung seru, sebenarnya bagi Saya absurd tepatnya, karena Saya sendiri tak bisa membayangkan apabila hal itu terjadi, kegelisahan, ketakutan, tangis teriak pasti akan terjadi. Tapi minimal dengan adanya persiapan, latihan, simulasi dan edukasi ini, kami, sebagai blogger sudah punya pengalaman mendasar bahwa memang semuanya harus dilakukan dengan Tangkap, Tangkas, Tangguh dan jangan lupa Tenang. Karena Budaya Sadar Bencana harus tetap kita sebarkan ke pelosok tanah air.






Menutup pernyataan, Bapak Wisnu Widjaja, Deputi Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB di jumpa persnya menekankan bahwa rencana kesiapsiagaan yang disusun harus dikomunikasikan dengan anggota keluarga di rumah, kerabat yang ada dalam daftar kontak darurat, serta mempertimbangkan sistem yang diterapkan lingkungan sekitar dan pihak berwenang. 



Bila rencana sudah disepakati, keluarga perlu melakukan simulasi secara berkala agar tidak panik dalam situasi darurat. Dengan informasi yang cukup dan rencana yang telah disepakati sebelum terjadi bencana, diharapkan dapat memperlancar berbagai proses pengambilan keputusan oleh setiap anggota keluarga dalam situasi darurat.”



Ayo Teman, Tenang, Tanggap, Tangkas, Tangguh!

Untuk keterangan lebih lanjut mengenai Badan Nasional Penanggulangan Bencana bisa langsung ke link ini.

#TangguhAward2018
#SiapUntukSelamat
#BudayaSadarBencana

Salam Budaya!




Komentar

  1. Siaga dan tanggap bencana dimulai dari diri sendiri. Yuk kita budayakan mas demi mewujudkan Indonesia siaga bencana!

    BalasHapus
  2. Iyaa, sekarang itu jadi takut-takut cemas gimana gitu.
    Takut ada apa-apa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang pertama jelasnya selalu berdoa untuk terhindar segala bencana, yang berikutnya tenang dan tanggap

      Hapus
  3. Penguasaan diri untuk tidak panik saat bencana terjadi harus dimiliki oleh semua orang,mulai dari diri sendiri dan keluarga terdekat, dan acara ini membuat saya belajar ilmu baru mengenai teknik penyelamatan.

    BalasHapus

Posting Komentar