Himbauan Hidup Tanpa Merokok Tanpa Mengajak Ribut

#temantapimenikah - Film Romantis ala Bumbu Indonesia

Ayu, Ditto dan Darma (mantan Ayu hahaha)
Salam Budaya!

Semalam kalau tidak terpaksa nurutin Gerombolan Serang baca (Robi dan Adik plus teman-temannya). Mungkin Saya tak akan menonton film bagus inih. Kisah friendzone yang ternyata terpatahkan karena ada satu pihak yang merasa ini sudah nggak bener dan harus dilanjutkan ke dalam tahap yang berbeda.





Ceritanya sebenarnya lagi-lagi cukup sederhana dan sudah terpampang nyata dari judulnya. 




Dikisahkan seorang Ditto (nama bekennya Ditto Percussion) yang bernama asli Muhammad Pradana Budiarto (yang dimainkan oleh Adipati Dolken) telah lama mengidamkan Ayudia Bing Slamet yang bernama asli Ayudia Chaerani Albar (yang dimainkan oleh Vanessa Priscilla)



Ditto Perkusi dimainkan oleh si Ganteng Adipati Dolken. Kegantengan nggak sih?
Mbak Ayu ini memang AYU tenan yaaa, apakah sebanding dengan Vanesha?
Persoalan apakah mereka mengcasting orang yang mirip dengan mereka berdua? Jawabannya ternyata tidak, malah mereka ingin gak terlalu mirip karena menurut mereka akan jadi serem sepertinya kalau yang main mirip benar dengan mereka.



Hmmm...




Film dimulai ya, pemirsah.




Yang membuat pertama Saya cukup yakin adalah warna dan kamera yang tertata apik. Walaupun gak selalu mencoba sok indah atau sok film, cukup. CUKUP.



Sutradara Rako Prijanto
Saya harus memuji Rako Prijanto, yang mengangkat Novel kehidupan kisah cinta Ayu dan Ditto ini hingga cukup nyaman diangkat layar lebar. Ia saja mengakui bahwa yang ada di novel sendiri sebenarnya konfliknya kurang tajam. Tapi entah kenapa, akhir-akhir ini di bayangan Saya sebagai seorang penonton film awam, Saya sendiri menghadapi atau nonton film seperti menikmati sajian makanan. Mau gimana gimana model bakso (Beranak, Daging Iga, Mercon, Keju dan segala Tetek Bengek) kalau disajikannya malah membuat cita rasa bakso menghilang, buat apa? Lebih baik sederhana, biasa saja, walaupun ya begitulah, tapi kadang itu cukup membuat film akan dikenang daripada yang sudah rumit tapi malah dicaci.



Adegan pembuka yang seakan menjadi perkenalan bagi Ditto yang 'perkusi' banget, lumayan berkesan. Gelas beradu, suara semprotan, kulkas ditutup, air yang dituang, Detail sound yang terdengar juga apik, perpindahan gambar dan editing belum begitu bagus, tapi pengambilan gambar sudah okay. Sayangnya (ini selera sih) musik yang dihasilkan nggak gitu enak atau bagus. Intro ini juga sebenarnya jadi hal yang cukup memberi PHP bagi Saya penonton. Keadaanya mirip dengan waktu nonton "Baby Driver (2017)".





Di film ini, saat diintro bahwa Ansel Elgort dari awal sudah senang mendengarkan musik dan aksinya dipengaruhi oleh musik, pembuat film sangat konsekuen dan menyajikan begitu hingga adegan terakhir.





Nah,



Seandainya Rako mungkin lebih jeli, akan lebih bagus kalau pembuka itu, atau detil detil suara akan menjadi penghantar, untuk menggambarkan isi kegelisahan Ditto sepanjang film hingga akhir. (Sekedar saran!)




Lanjut,




Okay. Nah Ditto ini ternyata sudah 'Melek" Ayu dari sejak kecil, digambarkan di saat kecil dia sudah sering nonton tivi dan menyukai segala acara yang menampilkan Ayu.




Sayang sekali tontonan film ini juga tidak membahas waktu atau timeline, tapi anehnya tumben Saya diam saja. Yang agak mengganggu memang masalah kemunculan Ayu di tivi yang di stasiun Televisi HBN. Ada kemungkinan mungkin cukup ribet ya, menghadirkan footage atau benar-benar memiripkan adegan atau cuplikan yang mirip seperti aslinya. Tapi entahlah, padahal tanggung jawab sebagai kisah nyata yang diangkat ke layar lebar seharusnya punya tanggung jawab seperti itu.




Ya sudahlah, seperti Saya bilang tadi, saya lagi makan Bakso. Yang tidak TIDAK ENAK, tapi juga tidak ENAK. Ya begitulah.




NAH, Friendzone inilah yang sebenarnya jadi kekuatan film ini. Saya juga meminta dengan sangat dan hormat, bagi para pemirsah untuk tetap terus berhalu dan delu tentang friendzone yang berhasil dan berakhir menikah. Pasti hasilnya senyum - senyum sendiri.



Apakah mereka senyata itu? Apa benar tak ada kemistri lain?
Yang menjadi pertanyaan memang apakah mereka sebenar-benarnya seperti yang digambarkan di film atau itu sudah didramatisasi?



Yang jelasnya selama 12 tahun sejak SMP, Ditto dan Ayu digambarkan sangat dekat, bahkan beberapa kali sebangku. Beberapa kali punya pacar tapi tetap yang dibicarakan tidak jauh ya pribadi mereka masing-masing.




Saya suka dialog-dialognya. Tidak terlalu mendalam tapi mirip dengan keadaan kita sekarang, anak-anak zaman sekarang. Apakah film ini akan menjadi lebih tajam kalau seandainya ruang geraknya diperdalam, dialognya dipertajam dan mendalam? Atau ada konflik di luar friendzone? Mungkin bisa jadi wujud film ini bakal jadi film yang lain bahkan menjadi sinetron yang mendayu-dayu.


Mengenai frienzone ini juga, penonton juga nggak usah khawatir. Tak ada spoiler tapi tetap kita semua tahu akhirnya mereka bakal menjadi satu.

Tapi, Catat!
Untuk (Mungkin) penonton yang pernah merasakan apa yang Ditto rasakan, mungkin juga akan sedikit mewek. Beberapa kali Saya sempat tercekat, karena seperti menonton apa yang Saya alami sendiri.


Why Me?
Seperti Ditto itu, Saya juga merasakan betapa tidak enaknya terus menerus menyembunyikan perasaan Saya terhadap orang yang kita sayangi yang notabene adalah teman kita sendiri dan yang lebih parah setelah kita punya keberanian untuk menyatakannya, eh malah dirasa menggelikan. Boro - boro kayak di film, akhirnya si Ayu mau menerima, .... di sini mah akhirnya sendiri (hahaha, edisi curhat).

Oh ya, film ini ternyata digagas dari perjalanan hidup mereka yang sebenarnya telah ditulis di novel yang sama yang sudah rilis 2016.




Dia sahabat gue.

Selama 13 tahun, gue hanya menunggu dengan tulus tanpa pernah sekali pun menyatakan cinta.

Gue mempersiapkan diri untuk menembak wanita yang tepat di waktu yang tepat.

Dia selalu konsisten menyebutkan permainan perkusi gue keren,

dan gue juga konsisten ingin menjadikan dia teman hidup gue, dari dulu.

Lihatlah usaha gue untuk jadiin lo milik gue selamanya.

Bosan itu pasti, tapi kita jangan pernah saling pergi ya, Cha.

Yah memang pantasnya dibaca anak-anak remaja yang pengen saling tahu rasa dan baru pertama kali merasakan dag dig dug ge(me)tarnya cinta.

Beberapa fakta #temantapimenikah


Tidak terlalu banyak yang perlu dibahas, karena pemirsah lebih baik menonton sendiri yaa. Capek nulisnyaaa. (hahaha)

Masalah akting jadi hal yang menurut Saya tidak usah terlalu dipermasalahkan, Adipati Dolken sudah sangat berusaha menyerupai gestur tubuh, kekonyolan dan kegaringan Ditto. Salut. Walaupun wajahnya harus kita akui tak ada perkembangan yang signifikan. (Rambut konyol yang mengalami perubahan menurutku juga menggambarkan spesifik perkembangan dari SMP hingga kuliah). Yang sedikit menjadi masalah memang Vanesha. Entah kenapa dia berusaha menjadi diri sendiri. Sayangnya Saya tak mengenal Ayu secara langsung, jadi tidak bisa dibandingkan dengan benar apakah keseharian Ayu memang seperti itu atau Vanesha mencoba menjadi apa adanya seorang gadis SMA yang kesehariannya memang begitu.

Lagi lagi ya sudahlah. Bakso kan memang begitu dan rasanya begitu.


Berikutnya yang mungkin bisa mendapat acungan jempol adalah lagu-lagu yang menghiasi film ini. Entah kenapa Saya tidak terganggu (tumben) dan walaupun ada beberapa lagu yang menurut Saya kebarat-baratan tapi masih menjadi nyawa yang bagus di film ini. Termasuk kehadiran Iqbaal yang entah kenapa nyusupnya jadi penting gak penting. (yang penting dia imut lah kata orang-orang kayak gantungan kunci)



yang jelas lagu yang malah dibawakan oleh Dengarkan Dia (lagi-lagi Ditto dan Ayu memang pinter cari duit) sepertinya benar-benar mewakili apa yang mereka rasakan.


Lagunya terdengar campur aduk, antara optimisme, kesedihan, keragu-raguan tapi juga harapan bersama. Coba dengerin deh.

Kesimpulan, jarang Saya menilai Film Indonesia dengan rata-rata 7 dan itu rata-rata semua. Saya jadi orang pertama yang membantah kalau ini film buruk. Terlepas dengan plot datar, akting yang kurang kuat, tak ada konflik tajam dan beberapa kekurangan di sana sini (Kehadiran WhatsApp yang seharusnya belum ada)

Gak apa - apa. Maju terus Film Indonesia. You are coloring this world nicely!

Salam budaya!

Buat Ditto dan Ayu. Sukses ya Tsaaaay!


Komentar